Jelang HUT ke-52 Funakoshi Indonesia, Panitia Gelar Kejurnas Junior 2019

Memperingati HUT ke-52 Funakoshi Karate-Do Indonesia, diselenggarakan Kejuaraan Nasional (kejurnas) 2019 kategori junior, di GOR Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, mulai Sabtu (23/1). Tampak gelaran Turnamen serupa memperebutkan Piala Guberur DKI Jakarta yang berlangsung pada 2018 lalu. (poskotanews.com)

Jakarta- Agar terciptanya kualitas dan prestasi atlet karate, perguruan Funakoshi Karate-Do Indonesia akan menggelar Kejuaraan Nasional (kejurnas) 2019. Perhelatan ini akan diadakan di GOR Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, mulai Sabtu (23/1). “Kejurnas Funakasohi 2019 bertujuan mencetak atlet karateka berkualitas, demi memajukan prestasi karate di Indonesia,” ujar Ketua Panitia Funakoshi Kejurnas 2019, Safarudin Harahap, pada Senin (14/1). Adapun tema Kejurnas Funakoshi 2019 yakni membentuk generasi muda karateka Funakoshi yang sehat dan berprestasi. Safarudin menjelaskan ajang ini mempertandingkan mulai kelas kumite, kata perorangan, kata beregu, dan seni, untuk kelompok usia 10 tahun hingga 18 tahun ke atas. Pesertanya merupakan kalangan pelajar SD, SMP, SMA dan sederajat se-Indonesia. Ajang ini juga sekaligus memperingati HUT ke-52 Funakoshi Karate-Do Indonesia. Ia meyakini ajang tersebut merupakan bagian dari pembinaan mental generasi muda Indonesia, dan merangsang aktivitas serta kreativitas remaja. Sebanyak 600 karateka mengikuti kejuaraan ini. “Turnamen Funakoshi menjadi wadah generasi muda berprestasi dalam karate, sehat jasmani rohani, bertanggungjawab dan bahagia,” pungkasnya. (Adt)

Indonesia Koleksi 13 Medali di ATC 2019, PB ISSI Tambah Skuat Atlet

Dalam Asian Track Championship (ATC) 2019 yang diikuti 16 negara, di Jakarta International Velodrom (JIV), Jakarta Timur, Merah Putih finis pada urutan ke-11 di kategori able alias normal. Sementara dari kategori paracycling atau balap sepeda disabilitas, Indonesia finis di urutan tiga dari enam negara yang berpartisipasi. (Pras/NYSN)

Jakarta- Ajang Asian Track Championship (ATC) 2019 di Jakarta International Velodrome, Jakarta Timur, usai digelar pada Minggu (13/1). Event yang berlangsung sejak 8-13 Januari, Indonesia berhasil meraih total 13 medali dalam kejuaraan eliet Asia tersebut. “Kami tak puas karena persiapan minim. Setelah AG (Asian Games) kami hanya persiapan 2,5 bulan. Tapi hasil ini ada progresnya yang sudah bagus, bukan dari perolehan medali, tapi dari waktu,” kata manajer tim balap sepeda Indonesia, Budi Saputra, di Jakarta Internasional Velodrome (JIV), Jakarta Timur, Minggu (13/1). Dari total 16 negara yang mengikuti kejuaraan bergengsi ini, Merah Putih finis pada urutan ke-11 di kategori able alias normal. Sementara dari kategori paracycling atau balap sepeda disabilitas, Indonesia finis di urutan tiga dari enam negara yang berpartisipasi. Empat medali diraih atlet able, sementara sisanya atlet disable. “Dari waktu yang dicatat mereka semuanya memecahkan rekor AG dan Asian Para Games (APG),” sambungnya. Selepas kejuaraan ini, Budi, menjelaskan seluruh atletnya kembali menjalani latihan setelah diberi libur selama sepekan. Persatuan Besar Ikatan Sport Sepeda Indonesia (PB ISSI) pun juga akan melakukan evaluasi. Chrismonita yang digadang-gadang menyumbang medali emas di nomor sprint putri belum mampu mewujudkannya. Dia mempersembahkan medali perunggu di nomor individual time trial 500 meter putri. Di kelompok junior, Angga Dwi Prahesta mencuri perhatian setelah mempersembahkan medali emas di nomor balapan scratch. Pebalap berusia 17 tahun itu juga menyumbang medali perak dan perunggu masing-masing di nomor poin race dan omnium. “Ini jadi program berkesinambungan, jangan sampai putus. Mungkin anak-anak akan mendapat libur 1 minggu, lalu langsung masuk Pelatnas lagi,” tuturnya. Evaluasi lainnya adalah akan ada penambahan atlet balap sepeda yang masuk ke dalam skuat pelatnas. “Yang pasti ada tambahan atlet. Soal pengurangan akan diskusikan dengan pelatih. Kami akan evaluasi, tapi penambahan pasti ada,” jelas Budi. Hal itu dilakukan karena PB ISSI mempunyai keinginan agar ada pebalap sepeda Indonesia bisa bermain di kejuaraan dunia balap sepeda dan Olimpiade 2020 di Tokyo. Tak hanya itu, untuk pemusatan latihan nasional di Jakarta International Velodrome nanti, juga diikuti paracycling Indonesia. Budi mengatakan, akan langsung melanjutkan program untuk atletnya, sebab waktunya tinggal 1,5 tahun. “Paracycling juga ikut karena tim paracycling adalah bagian dari federasi, mereka akan latihan disini, tak ada perbedaan,” pungkasnya. (Adt) Atlet Balap Sepeda Indonesia yang Meraih Medali Elite: Chrismonita Dwi Putri: 500 individual time trial (perunggu) Junior: Angga Dwi Wahyu Prahesta: scratch (emas), poin race (perunggu), omnium (perak) Paracyling: M. Fadli Immammuddin: 4.000 meter individual pursuit (emas), team sprint 750 meter (perak) Sufyan Saori: 4.000 meter individual pursuit (perunggu), 1.000 time trial (perak) Sri Sugiyanti: 3.000 meter individual pursuit putri (perak), women sprint (perunggu), 1.000 meter time trial (perak) Triagus Arif Rachman: 3.000 meter individual pursuit putra (perunggu) Marthin Losu: 1 km time trial C4 dan C5 (perak)

Cetak Medali Perak di Hari Terakhir, Pebalap Sepeda 17 Tahun Selamatkan Wajah Indonesia

Pebalap sepeda kelahiran Lumajang, 15 Agustus 2001, Angga Dwi Wahyu Prahesta, meraih perak dari nomor omnium junior putra, di hari terakhir Asian Track Championships (ATC) 2019, pada Minggu (13/1). Perak dari nomor omnium, jadi medali ketiga bagi atlet binaan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pelajar (PPLP) Jawa Timur ini. (Tribunnews.com)

Jakarta– Pebalap sepeda junior putra Indonesia, Angga Dwi Wahyu Prahesta, kembali meraih medali saat turun di hari terakhir ajang Asian Track Championships (ATC) 2019, pada Minggu (13/1). Teraktual, Hesta, sapaaanya, berhasil meraih perak dari nomor omnium junior putra. Remaja kelahiran Lumajang, 15 Agustus 2001 ini meraih medali perak nomor omnium, usai mencatatkan 129 poin dari empat nomor balapan, yakni scratch, tempo, elemination, dan point race. Omnium merupakan nomor balapan track, yang menggabungkan empat balapan sekaligus. Dari nomor scratch, ia mengumpulkan 32 poin, tempo 38 poin, elemination 30 poin, serta point race 29 poin. Menurutnya, point race adalah balapan paling krusial hingga dirinya berhasil menggondol medali perak. Medali emas di nomor omnium diraih atlet Kazakhstan, Danill Pekhotin dengan jumlah 133 poin. “Pertandingan tadi sangat berat. Karena ada empat lomba (balapan sekaligus). Race terakhir yang tadi (point race) adalah balapan paling krusial,” ungkapnya di paddock Tim Indonesia, di Jakarta Internasional Velodrome (VIJ), Minggu (13/1). Perak dari nomor omnium, jadi medali ketiga, bagi atlet binaan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pelajar (PPLP) Jawa Timur, khusus balap sepeda, yang berlokasi di Malang ini, di ATC 2019. Sebelumnya, pebalap sepeda berusia 17 tahun itu meraih satu medali emas, dari nomor scratch dan satu perunggu dari nomor point race. Hesta pun mengaku sangat puas dengan raihan total tiga medali di ATC 2019. Selain menandai debut gemilangnya dengan prestasi, emas yang diraih Hesta menghantarkannya mencetak sejarah. Ia menjadi pebalap junior Indonesia pertama yang berhasil meraih medali emas di ajang balap sepeda track tingkat Asia. Selain itu, medali emas miliknya juga menyelamatkan wajah Indonesia di kategori able ATC 2019. Selain Hesta, para pebalap elit Tanah Air gagal mempersembahkan medali emas. Hanya pebalap putri, Crismonita Dwi Putri, yang berhasil menyumbangkan medali perunggu di nomor 500 individual time trial. Sejatinya, Hesta bukanlah pebalap yang menekuni disiplin track. Ia justru turun di nomor downhill dan road race. Namun, hasil tiga medali tersebut, ia menuturkan tak menutup kemungkinan akan mulai berkonsentrasi di nomor track. “Di semua nomor saya bisa. Dengan hasil ini, saya akan fokus menekuni nomor track ini. Saya kurangnya pengalaman, kalau fisik ya semuanya sama. Mudah-mudahan kedepan di beri trainnig camp lagi, di Eropa atau di mana saja,” tutupnya. (Adt)

Sabet Gelar Juara, Pegolf 12 Tahun Asal Bali Kampiun Kejurnas Golf Junior 2019

Pegolf belia asal Bali, Ni Putu Mayvil Widya Handayani, akhirnya sukses menjuarai kejurnas golf junior 2019, untuk kategori usia 12-13 tahun, di Lapangan Golf Gading Raya, Serpong, pada Rabu (9/1). (balipost.com)

Jakarta- Pegolf belia Bali, Ni Putu Mayvil Widya Handayani, menjuarai kejurnas golf junior 2019, kategori usia 12-13 tahun, di Lapangan Golf Gading Raya, Serpong, pada Rabu (9/1). Sedangkan pegolf Bali lainnya yakni Margoz Marvin Kamengmau, yang turun pada kategori usia 9-10 tahun, harus puas menduduki peringkat keempat. Pada hari kedua, babak final, seluruh peserta kembali menuntaskan 18 hole, dan Mayvil tampil konsisten. Sebab sejak hari pertama, Selasa (8/1), Mayvil terus memimpin. Sedangkan Margoz pada hari pertama, bercokol di urutan kelima, dan finish peringkat keempat. Untuk juara II usia 12-13 tahun direbut Elaine Widjaja (Jateng), kemudian Shaista Ayesha, disusul Richtier Joelle Hanslkie, lalu Ruth Kapisa (Papua), Niquita Audrey Onggo (Banten), Kathleen Gann, Misykah Ausya Kamaratih, dan Ashley Lydra. Sedangkan kategori usia 9-10 tahun, juaranya Teuku Husein M. Danindra. Lalu disusul Davano Haris Gunawan (Palembang), Javeed Abdel Rauf, Margoz, dan peringkat kelima Abdul Jabbar Mustala, Keeran Putra, Hansen Frederick Supian, Dave Matteo Uneputty, dan Brian Christian. Sekum Pengprov PGI Bali, Eddy Pantja, menegaskan, jika keberhasilan Mayvil dan Margoz, di ajang Kejurnas Junior 2019, berkat rutinnya Persatuan Golf Indonesia (PGI) Bali menggelar sirkuit junior. “Melalui event sirkuit tersebut, lalu muncul pegolf potensial yang berbakat dan bertalenta,” kata Eddy. Dikemukakan, selama ini sirkuit golf junior Bali pesertanya mencapai 40 pegolf dan baru menelorkan dua bibit. “Ke depannya, kami berharap akan muncul lagi bibit-bibit pegolf berbakat berikutnya,” harapnya. (Adt)

Indonesia Cetak Sejarah, Atlet 17 Tahun PPLP Jatim Sabet Emas Junior Asia 2019

Atlet balap sepeda junior putra Indonesia yang masih berusia 17 tahun, Angga Dwi Wahyu Prahesta, meraih medali emas pada nomor scratch junior putra, dalam Kejuaraan Asian Track Championship 2019, di Jakarta International Velodrome (JIV), Rawamangun, Jakarta, Kamis (10/1). (suara.com)

Jakarta- Atlet balap sepeda junior Indonesia, Angga Dwi Wahyu Prahesta, mencetak sejarah perlombaan disiplin track dengan menyabet medali emas, dalam Kejuaraan Asian Track Championship 2019, yang berlangsung di Jakarta International Velodrome (JIV), Rawamangun, Jakarta, Kamis (10/1). Hesta, sapaannya, meraih medali emas pada nomor scratch junior putra. Atlet binaan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pelajar (PPLP) Jawa Timur, khusus balap sepeda yang berlokasi di Malang ini, menungguli atlet India, Venkappas Kengalagutti pada posisi kedua dan atlet Taiwan, Chih Sheng Chang yang menempati posisi ketiga. “Persiapan saya hanya dua pekan sejak pertengahan Desember 2018. Saya bangga sekali bisa dapet medali emas karena perlombaan sangat ketat,” ujar alumni SMPN 3 Lumajang ini. Ia mengaku dua lap terakhir menjadi momentum untuk menyabet medali emas karena atlet-atlet lain Asia sudah kesulitan untuk melewatinya. “Target awal saya adalah medali perunggu karena ini perlombaan pertama di level Asia bagi saya,” terang remaja kelahiran Lumajang, Jawa Timur, 15 Agustus 2001 itu. Ia mengaku telah berlatih di India, selama tiga pekan pada Desember 2018, sebelum kembali ke Indonesia pada awal Januari ini. “Saya turun pada nomor point race, omnium, dan scartch pada perlombaan Asia ini,” kata pelajar, yang yang memulai karir dari nomor disiplin sepeda gunung dan road race itu. Pelatih balap sepeda nasional, Dadang Haris Purnomo, mengaku terkejut dengan hasil ini Semula, ia tak mengunggulkan Hesta menyabet medali emas, karena perlombaan Asia di Velodrome menjadi ajang penambah pengalaman bagi atlet-atlet junior. “Saya sempat tak percaya karena hasil yang diraihnya. Itu adalah pembuktian pembinaan PB ISSI yang berhasil mencari atlet-atlet penerus,” kata Dadang. (Adt)

Jadi Runner Up BRI Junior Golf Championship 2018, Skill Jose Suryadinata Mulai Meningkat

Jose Emmanuel Suryadinata meraih bekal bagus mempersiapkan diri tampil di ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 di Papua. Pegolf 16 tahun asal Jawa Timur itu, berhasil menempati posisi kedua, di Turnamen BRI Junio Internasional Junior Golf Championship 2018, di Lapangan Golf Pondok Indah, 17-20 Desember. (mediaindonesia.com)

Jakarta- Jose Emmanuel Suryadinata meraih bekal bagus mempersiapkan diri tampil di ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 di Papua. Pegolf asal Jawa Timur itu, berhasil menempati posisi kedua, di Turnamen BRI Junio Internasional Junior Golf Championship 2018, di Lapangan Golf Pondok Indah, 17-20 Desember. Pegolf berusia 16 tahun ini sebenarnya tampil sangat bagus di turnamen itu. Dia menjadi yang terbaik pada kelas A dan menempati posisi teratas dengan total 215 pukulan (-1). Namun, secara keseluruhan, Jose harus mengakui keunggulan pegolf Thailand, Pongsapak Laopakdee, yang mencatatkan 213 pukulan (-3) di kelas B. “Dia (Laopakdee) lebih kompetitif, karena di sana (negaranya) banyak kompetisi yang berlangsung, sehingga lebih siap bertanding. Namun, saya merasa puas karena mampu menjadi yang terbaik di kelas saya,” ucap remaja kelahiran Surabaya, 31 Juli 2002, seusai penyerahan hadiah, pada Kamis (20/12). Meskipun, secara umum, ia hanya menempati posisi kedua di bawah Laopakdee, yang keluar sebagai juara umum, namun torehan ini menjadi hal positif. Posisi ketiga dan keempat, juga dihuni pegolf muda Indonesia, masing-masing atas nama Rendy Arbenata Mohamad Bintang dan Bergas Batara Anargya. Selain itu, Jose mengaku akan terus mengasah kemampuannya agar terpilih dalam skuad tim golf Jawa Timur pada PON 2020. Pegolf yang menempati posisi ke-12 di tingkat nasional itu, sudah merencanakan tampil pada kejuaraan nasional amatir, di Lapangan Golf Gading Raya Padang, Serpong, pada Januari 2019. Pegolf yang masuk Nasional Development Program ini, juga berharap bisa menembus tim nasional Indonesia. Tapi, pegolf terbaik kelas amatir pada Turnamen Gof Indonesia Open 2017 ini, justru enggan memikirkan hal itu. Tujuannya adalah mendapatkan beasiswa di Amerika Serikat. “Saya hanya ingin bermain bagus tiap turnamen. Hal itu tentu bisa membuat saya masuk ke pelatnas. Tapi, target utama saya adalah mendapatkan beasiswa ke Amerika,” ungkap pegolf, yang juga membantu Jawa Timur membawa medali perak, di nomor beregu pada PON 2016 Jawa Barat itu. Ketua Umum Persatuan Golf Indonesia (PGI) Murdaya Poo mengaku puas, dengan hasil atlet Indonesia selama tampil di Turnamen BRI Junio Internasional Junior Golf 2018. Menurut dia, ada banyak pegolf yang sudah bermain di atas rata-rata, termasuk Jose yang berhasil menempati posisi kedua secara keseluruhan. Dia berharap dapat menggelar lebih banyak lagi Turnamen World Amater Golf Rangkings (WAGR) di Indonesia. “Kami butuh lebih banyak turnamen untuk meningkatkan kemampuan pegolf. Tahun depan kami akan menyelenggarakan sekitar 42 turnamen yang terdaftar di WOAGR,” ungkap Murdaya. Ia yakin pada 10 tahun ke depan, kualitas golf Indonesia semakin bagus dan para pegolf Tanah Air bisa berbicara di kancah Internasional. “Saya punya planning 10 tahun. Baru empat tahun saja, kita sudah bisa mencetak hasil seperti ini,” tegasnya. Untuk mengejar ketinggalan dari Thailand, Indonesia butuh usaha kerja lebih keras. Menurutnya, Indonesia tertinggal 15 tahun dari Thailand. Thailand memiliki lebih dari 3.000 atlet golf. Korea Selatan punya lebih banyak lagi. Di Indonesia hanya punya 50 orang atlet golf. Namun, ini sudah jauh lebih bagus dari beberapa tahun silam, yang jumlah atletnya bisa dihitung dengan jari. (Adt)

Ratusan Atlet Pelajar Dunia Bersaing Dalam Kejuaraan Junior Golf Internasional 2018 di Jakarta

Ketua Umum PB PGI Murdaya Po (ketiga kanan) bersama Ketua Panitia Penyelenggara Kejuaraan Junior Golf Internasional, Andreas Tjahjadi (kedua kiri), bersama jajaran manajemen BRI, dalam jumpa pers Kejuaraan Junior Golf Internasional Tabungan BRI Junio Pondok Indah 2018, di Jakarta, pada Senin (17/12). (tempo.co)

Jakarta- Sebanyak 162 atlet junior dari 10 negara akan saling bersaing dalam Turnamen BRI Junio Internasional Junior Golf Championship 2018, yang berlangsung mulai 17-20 Desember. 126 peserta akan bertanding di lapangan golf Pondok Indah, sedangkan 36 peserta akan bertanding di lapangan golf Senayan. “Kami menggunakan dua lapangan golf sejak menggelar kejuaraan junior ini pada 2017 yakni Pondok Indah dan Senayan karena minat keikutsertaan yang tinggi dari peserta baik dari Asia ataupun Eropa,” kata Ketua Panitia Penyelenggara Kejuaraan, Andreas Tjahjadi, di Jakarta, Senin (17/12). Turnamen BRI Junio Internasional Junior Golf Championship 2018 ini, terbagi dalam enam kelompok umur putra dan putri, yakni untuk kelompok umur A untuk peserta berusia 15-18 tahun, kelompok umur B untuk peserta berusia 13-14 tahun, kelompok umur C untuk peserta berusia 11-12 tahun. Dan kelompok umur D untuk peserta berusia 10 tahun, kelompok umur E untuk peserta berusia sembilan tahun, dan kelompok umur F untuk peserta berusia 7-8 tahun. “Para peserta itu berasal dari China, Filipina, Hong Kong, Indonesia, Malaysia, Prancis, Singapura, Sri Lanka, Taiwan, dan Thailand,” kata Andreas. Turnamen tahun ini merupakan pergelaran ke-7 dan secara rutin berlangsung. “Turnamen ini digelar sebagai bentuk kepedulian PT Bank Rakyat Indonesia terhadap olahraga di Indonesia, khususnya golf,” kata Handayani, Direktur Konsumer Bank BRI. Sementara, lanjut Andreas, untuk peserta Indonesia yang turut bertanding bukan hanya dari Jakarta dan sekitarnya melainkan juga dari sebelas daerah. Mereka adalah Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, dan Sumatera Utara. “Kami berharap kejuaraan yang diikuti para peserta berusia 18 tahun ini meningkatkan perkembangan cabang golf di berbagai daerah secara merata dan mendorong regenerasi atlet-atlet nasional,” kata Anderas. Ketua Umum PB Persatuan Golf Indonesia Murdaya Po mengatakan, kehadiran kejuaraan junior internasional itu menambah pengalaman bertanding dan meningkatkan kepercayaan diri para pegolf muda Indonesia. “Sehingga mereka terbiasa untuk berkompetisi dengan para pegolf dari negara lain,” katanya. (Adt)

Pebulutangkis Junior Mulai Rutin Ke Turnamen Internasional, PBSI: Level Senior Tantangannya Lebih Berat

Duet ganda campuran Leo Rolly Carnando (kiri) dan Indah Cahya Sari Jamil yang menjadi juara dunia junior 2018 di Toronto, Kanada, kembali tampil dengan pebulutangkis muda lainnya dalam event turnamen International Challenge di Bangladesh dan turnamen Junior International di Turki, pada Desember nanti. (djarumbadminton.com)

Jakarta- Usai Kejuaraan Dunia Junior 2018, di Markham Pan Am Center, Ontario, Toronto, Kanada, pada 5-18 November lalu, Pengurus Pusat (PP) Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) bakal mempersiapkan para atlet muda Indonesia itu mengikuti sejumlah turnamen. Bagi pemain yang berada di kategori junior akan tampil pada turnamen International Challenge pada 11-15 Desember di Dhaka, serta Turki Junior International pada 13-16 Desember di Ankara, Turki. Bagi pemain yang tak lagi berada di kategori junior atau berusia 18 tahun ke atas, mulai dipersiapkan ke kategori senior. Ahmad Budiarto, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PP PBSI, mengatakan para pemain muda harus berlatih lebih keras. Sebab, tantangan yang akan mereka hadapi di level senior sangat berat. “Pemain muda harus mematangkan diri. Sebab di senior tantangannya akan lebih berat,” ujar Budiarto, di Jakarta, pada Senin (26/11). Sebelumnya, di Kejuaraan Dunia Junior 2018, tim bulutangkis Indonesia berhasil meraih satu medali emas dan medali perak dari sektor ganda campuran, serta tiga medali perunggu dari ganda putri dan nomor beregu. Dikatakan Budiarto, hasil itu tak terlalu mengecewakan. Namun, diakuinya, Indonesia belum pernah membawa pulang trofi sejak Piala Suhandinata itu diperebutkan pada 2009. “Saya pikir ini menjadi tantangan bagi kita semua, termasuk pelatih dan pengurus untuk mengondisikan potensi positif yang ada di pemain agar tercipta tim yang solid,” tegasnya. Sementara itu, pelatih junior Pelatnas PBSI Amon Santoso memastikan, duet atlet ganda campuran Leo Rolly Carnando/Indah Cahya Sari Jamil berlanjut pada turnamen 2019. “Kami masih akan tetap melanjutkan pasangan Leo/Indah karena mereka harus mencari poin untuk turnamen Jerman, Belanda, dan Austria,” kata Amon. Ia mengatakan dobel Juara Dunia Junior 2018 di Kanada itu akan mengikuti turnamen di Bangladesh dan Turki. “Bisa juga, lawan tidak bisa memantau mereka karena mereka masih asing dan tidak terpantau,” kata Amon tentang faktor keuntungan pasangan baru ganda campuran junior Indonesia ini. Amon mengatakan Leo/Indah akan menjadi pasangan utama ganda campuran junior pada 2019. “Tapi, mereka juga akan ikut beberapa event kejuaraan senior guna menambah kematangan selain menambah poin mereka,” kata Amon. Leo mengaku hanya satu bulan berlatih dengan Indah setelah mengikuti kejuaraan di India jelang Kejuaraan Dunia Junior 2018. “Saya hanya persiapkan diri sendiri dan menerapkan kemampuan individu saya pada pertandingan,” kata atlet berusia 17 tahun itu. Sedangkan Indah mengaku permainannya bersama Leo dapat menggebrak pasangan lain dalam Kejuaraan Dunia Junior 2018, karena saling menyambung, di permainan depan net dan di sisi belakang lapangan. “Bola belakang Leo, dapat menutup permainan depan saya, sehingga serangan dan pertahanan kami seakan menyambung,” kata Indah. (Adt)

Atlet Termuda Timnas Anggar Asian Games Asal Kaltim Sabet Emas Kejurnas 2018, IKASI DKI Akui Minim Skuat Junior

Ketua Pengprov IKASI Kaltim, Muslimin bersama para atlet peraih medali Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Anggar 2018 di GBK Arena, Senayan, pada Sabtu (3/11). Eks atlet Asian Games 2018 yang baru berusia 16 tahun, Gabhy Novitha (hijab hitam), berhasil menyabet medali emas, untuk kategori Sabel putri junior. (tribunnews.com)

Jakarta– Pengurus Provinsi (Pengrov) Ikatan Anggar DKI Jakarta mengirim 80 atlet pada Kejuaraan Nasional di GBK Arena, Senayan, 1–4 November. Tim anggar Ibu Kota menargetkan dua medali emas di kejuaraan itu. Ketua Ikatan Anggar DKI Jakarta M Suradji mengatakan tak ingin muluk-muluk target timnya di kejurnas tersebut. Apalagi, ini merupakan agenda keduanya setelah terpilih menjadi Ketua Umum Ikatan Anggar DKI Jakarta periode 2018–2022, Oktober lalu. Bahkan, mereka juga tak diperkuat beberapa atlet andalannya, termasuk Inka Mayasari (senior foil putri). “Pengurus kami baru saja dibentuk. Jadi, kami realistis saja bahwa target kami dua medali emas di kejurnas ini. Apalagi, dua pemain andalan kami tidak tampil karena sedang berada di Amerika Serikat,” kata M Suradji. Meski begitu, Suradji mengatakan DKI tetap berpeluang meraih medali emas di ajang itu. Dia berharap mendapatkannya dari nomor EP senior putra, dan foil kaadet pemula. Sementara nomor lainnya masih didominasi daerah lain seperti Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan. Selain itu, Suradji juga menambahkan jika atlet anggar DKI ini merupakan dari hasil se leksi dari Kejuaraan Provinsi DKI Jakarta, 27–28 Oktober lalu. Jadi, kejuaraan nasional ini, nantinya akan menjadi kesempatan mereka membuktikan yang terbaik agar bisa membela DKI Jakarta di Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 di Papua. “Para atlet ini, kami seleksi dari kejurprov akhir Oktober lalu. Atlet ini yang menjadi cikal-bakal skuat PON 2020 di Papua,” kata Suradji, didamping Sekjen Ganefiono. Suradji mengakui terjadi kekosongan atlet anggar dari level junior ke senior. Hal inilah menjadi tugas pengurus baru untuk mengisi kekosongan tersebut. “Di sini atlet masih banyak yang butuh peningkatan. Kekosongan level junior ke senior juga sangat terbatas,” ungkapnya. Sementara itu, atlet Ikasi Kalimantan Timur (Kaltim), tampil apik pada Sabtu (3/11). Sejauh ini empat atlet Kaltim sukses menembus zona medali. Bahkan eks atlet Asian Games 2018, Gabhy Novitha, berhasil menyabet medali emas, untuk kategori Sabel putri junior. Disusul Eka yang meraih medali perak sabel putri junior, Agnes meraih perak kadet degen Putri, dan Risnu Affan dengan medali perunggu foil kadet putra. Pada Kejurnas ini, Ikasi Kaltim mengirimkan full tim 48 atlet, termasuk 12 junior dan 12 senior. Sekedar catatan, Gabhy berhasil menembus timnas Anggar Indonesia di ajang Asian Games 2018, dengan usia terbilang masih sangat belia, 16 tahun. Perjalanan menuju Asian Games memang tak mudah, bagi atlet yang saat ini masih berstatus siswi Sekolah Khusus Olahraga Internasional (SKOI) Kaltim ini. Dara kelahiran Samarinda 2002 harus melewati sejumlah tantangan mulai kategori kadet, junior, hingga senior. Ia Terlahir dari darah atlet, lantaran ibunya berstatus atlet anggar Kaltim PON 2016. Bakat besar Gabhy sudah tercium sejak 2015 lalu, usai sukses menyabet 3 medali emas, di Kejuaraan Thailand Sport School Game. (Adt)

Jakarta International Tennis Academy Bangun Karakter Petenis Muda Berprestasi Internasional

Jakarta International Tennis Academy (JITA) konsisten membangun karakter bibit-bibit petenis muda berbakat dengan prestasi internasional. (Pras/NYSN)

Jakarta- Berawal dari mimpi seorang bernama Goenawan Tedjo, Jakarta International Tennis Academy (JITA) konsisten membangun karakter bibit-bibit petenis muda berbakat dengan prestasi internasional. Bergabung dengan JITA, artinya setiap anak ditempa dengan berbagai metode pelatihan untuk membentuk kemampuan fisik, teknik, karakter, serta membangun mental juara. “Visi dan misinya adalah ingin membentuk pemain dengan prestasi internasional. Tetapi, dasarnya adalah membangun karakter melalui tenis. Sehingga tidak hanya mencetak juara. Namun yang ditekankan adalah juara dengan karakter baik,” ujar Goenawan, Founder JITA, di Kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, akhir pekan lalu. Karakter pertama yang harus dimiliki yakni sportif, sopan, dan memiliki respect terhadap lawan, wasit, pebimbing, pelatih, dan terpenting orang tua. Sebab saat mereka jadi pemain top, maka akan menjadi idola generasi muda. Dan, idola itu harus memiliki karakter yang bagus. Sebab akan menjadi panutan “Kadang-kadang, ada anak yang tidak mau ditonton sama orang tuanya. Itu tidak boleh terjadi disini. Mereka harus punya respect pada orang tua. Sebab, orang tua yang membiayai mereka untuk bergabung disini,” lanjut pria kelahiran Semarang, Jawa Tengah, 4 Agustus 1961 itu. Kini, JITA telah memiliki banyak petenis binaan. Tak tanggung-tanggung jumlahnya mencapai lebih dari ratusan petenis. Awalnya, akademi ini bernama Goenawan Fans Tennis Club, hingga berganti nama menjadi JITA pada 2005. Perubahan nama itu bukan tanpa alasan. Selain warga negara Indonesia (WNI), petenis binaan JITA sekitar 35 persennya adalah berkebangsaan asing. Bahkan, sebagai dari mereka sudah mulai berlaga di berbagai turnamen tenis internasional. “Di level junior nasional, petenis binaan JITA banyak berprestasi dan mengisi slot rangking 1 hingga 10. Mereka bermain hingga SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas), lalu melanjutkan ke Universitas. Ketika mereka kuliah mendapatkan sponsor atau scholarship. Disini itu cukup banyak,” tambah pria penyuka kuliner Indonesia itu. Disisi lain, minat generasi muda terhadap tenis, diakui pria yang juga memiliki hobi bermain golf itu, sat ini agak menurun. Namun, itu jadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara jasa seperti JITA. “Bagaimana caranya membuat suasana pelatihan menjadi menarik. Dengan begitu mereka tetap memprioritaskan tenis dibandingkan dengan pilihan yang lain. Karena saat ini kami berkompetisi dengan gadget. Ini menjadi tantangan untuk mereka bisa tertarik datang ke outdoor untuk bermain tenis,” tuturnya. “Terkadang orang mengajar saja, namun suasananya membosankan. Sehingga minat dan ketertarikan mereka terhadap tenis makin turun. Itu yang kami terapkan di JITA, maka jumlah petenis binaan disini tetap stabil,” urai pria yang mulai mengajar tenis sejak 1981 itu. Sementara, demi menghasilkan petenis berkualitas, Goenawan mengkritisi dukungan pemerintah. Ia berharap minat pemerintah dalam mendukung olahraga di Tanah Air terus meningkat. “Sejauh ini pemerintah telah memberikan dukungan bukan hanya tenis. Tapi, dukungan itu belum cukup. Kalau mau berprestasi sampai level Asia saja itu masih kurang, apalagi dunia. Bukan pemerintah tidak membantu, memang masih sangat kurang,” tukasnya. “Contoh Singapura. Meski negara kecil, namun pemerintahnya mengalokasikan dana untuk olahraga sangat besar. Hasilnya, mereka membangun fasilitas dan sarana olahraga yang bagus. Boleh dibilang mewah dan lengkap. Dengan begitu maka orang-orang akan lebih senang berolahraga,” ungkapnya. Selain itu, menurutnya, iklim ber kompetisi yang rutin, menjadi sarat mutlak bagi seorang petenis, agar mampu dan bisa bersaing di level permainan yang lebih tinggi. “Mereka harus travelling ikut pertandingan ke luar negeri. Tapi untuk apa? Tentu semua perlu biaya. Terkadang ada atlet yang menang di PON (Pekan Olahraga Nasional) dapat bonus uang. Dan, jangan hanya disimpan, tapi itulah yang dipakai untuk membiayai dirinya mengikuti pertandingan ke luar negeri,” jelasnya. Dengan rutin bertanding di luar negeri, peringkatnya naik dan permainannya makin bagus. Maka profit akan mengikuti. Bagi Goenawan, mengandalkan pemerintah dan ponsor sangat sulit. Dikatakannya, pengalaman dan jam terbang sangat utama. Bila dahulu banyak bermunculan klub-klub tenis besar, namun saat ini kondisinya sudah berbeda. “Harapannya muncul kembali liga antar klub. Ini bisa menggairahkan minat dari para petinggi perusahaan untuk mendirikan klub serta membina para pemainnya. Kalau saat ini belum ada, maka tiap individu-individu itu harus pintar mengelola keuangannya,” tutup ayah empat anak itu. (Adt)

Gelar TC di Malaysia, Timnas Hoki AG 2018 Asah Peforma Fisik dan Pengalaman Tanding

Timnas hoki putri Indonesia saat menjalani latih tanding di Lapangan Hoki, Senayan, Jakarta. (Adt/NYSN)

Jakarta- Skuat Timnas hoki yang akan tampil di Asian Games 2018, Agustus-September, bakal menggelar Training Center (TC) di Malaysia. Hal itu dilakukan guna mengasah pengalaman bertanding dengan mengikuti beberapa turnamen penting yang digelar di Negeri Jiran itu. “Kami akan Training Camp (TC) di Malaysia, selama sebulan. Dimulai akhir April hingga akhir Mei,” kata Yus Adi Kamarullah, Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Federasi Hoki Indonesia (FHI), saat dihubungi, Sabtu (14/4). Dikatakan pria yang menjabat sebagai Staf Khusus Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KASAD) itu, bahwa Malaysia punya kualitas turnamen hoki yang sangat baik, diantaranya Turnamen Hoki Sultan Azlan Shah Cup, dan Kejohanan Jemputan Pra Sukma. “Pengalaman bertanding sangat diperlukan bagi atlet. Hal itu guna membiasakan mereka untuk mengetahui perkembangan hoki modern di Indonesia,” tutur Yus Adi. Meski harus berjibaku dengan peserta dari negara-negara kuat di Asia, seperti Malaysia, Pakistan, Korea Selatan, India, Jepang dan China, namun ia optimis tim Hoki Indonesia mampu mencetak hasil terbaik di Asian Games edisi ke-18, yang pelaksanaannya hanya menyisakan waktu sekitar empat bulan itu. “Kami sangat optimis cabang hoki bisa mempersembahkan hasil yang terbaik. Yang penting bagi kami adalah berjuang dahulu semaksimal mungkin,” paparnya. Sebelumnya, pada awal Maret 2018, tim hoki putri Indonesia sempat diikut sertakan pada Kejuaraan Hoki Kejohanan Jemputan Pra Sukma di Ipoh, Malaysia. Para Srikandi Indonesia inipun sukses merengkuh gelar juara. “Tim yang akan turun di ajang Asian Games ini terus mengasah kemampuan termasuk peforma fisik. Karena salah satunya dibutuhkan daya tahan tubuh yang kuat, bersaing dengan negara peserta lainnya,” tutup mantan Kepala Pusat Keuangan (Kapusku) TNI itu. (Adt)

Kejurnas Junior Hoki Digelar Usai Asian Games 2018, FHI : Masih Minim Pembinaan

Atlet Hoki Indonesia tengah melakukan pemusatan latihan nasional, jelang bergulirnya Asian Games 2018, pada Agustus-September mendatang.(Adt/NYSN)

Jakarta- Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Federasi Hoki Indonesia (FHI), Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI Yus Adi Kamrullah, akan melakukan pembinaan junior dengan menggelar Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Kelompok Umur (KU). “Pembinaan junior akan kami gelar dalam event Kejurnas Kelompok Umur. Dan pembinaan usia matang, akan fokus bagi mereka kelas 2 atau 3 Sekolah Menengah Atas (SMA),” ujar Yus Adi, di Jakarta, Selasa (10/4). Diakuinya, bila pembinaan junior di cabang hoki masih tertinggal. Sehingga, menurut Yus Adi, untuk mereka yang sudah menjadi atlet nasional, pihaknya berharap para atlet ini dikhususkan bermain di turnamen internasional. “Untuk junior, kami berikan kesempatan dengan cara tampil rutin di Kejurnas Kelompok Umur. Kalau yang senior, mereka harus fokus bermain untuk turnamen-turnamen internasional,” tambah pria yang sehari-hari menjadi Staf Khusus Kasad ini. Yus menyebut agenda Kejurnas KU akan direncanakan dihelat pada September 2018. Namun, ia belum bisa memastikan tanggal pelaksanaannya. “Kami jadwalkan pada September 2018, setelah Asian Games,” terangnya. Soal lokasi penyelenggaraan Kejurnas KU, Yus Adi, menjelaskan bakal diselenggarakan di Jakarta. “Karena venue hoki terbaik dan bersertifikat internasional itu ada di Jakarta. Selain itu, ada juga di Surabaya (Jawa Timur) dan di Bandung (Jawa Barat),” ungkapnya. Namun, mantan Kepala Pusat Keuangan (Kapusku) TNI ini berharap Kejurnas KU ini berlangsung di Jakarta, sebab venue hoki yang akan digunakan sudah memenuhi standar internasional. (Adt)

Peta Bulutangkis Dunia Kian Ketat, Susi Susanti : Level Pemain Muda Indonesia Nyaris Sempurna

Level permainan pemain muda Indonesia di ajang ‘Pembangunan Jaya Raya Yonex-Sunrise Junior Grand Prix Gold 2018’, kini nyaris sempurna. (Pras/NYSN)

Jakarta- Legenda bulutangkis tunggal putri Indonesia, Susi Susanti, menilai positif terhadap turnamen bulutangkis ‘Pembangunan Jaya Raya Yonex-Sunrise Junior Grand Prix Gold 2018’, akhir pekan lalu. Turnamen yang berlangsung di GOR PB Jaya Raya Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, pada 3-8 April lalu, menyuguhkan kompetisi yang sangat baik untuk pemain-pemain muda Indonesia. “Secara teknis, level pemain muda sekarang sudah jauh lebih bagus. Bahkan hampir sempurna,” ujar peraih medali emas Olimpiade 1992, Barcelona, Spanyol itu, akhir pekan lalu. Perempuan kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat, 47 tahun silam itu, menyebut bila saat ini peta persaingan bulutangkis dunia cukup ketat. “Pebulutangkis Indonesia masih bisa bersaing dengan negara-negara lain,” tambah istri Alan Budikusuma itu. Wakil Merah Putih berhasil meraih lima gelar di ajang turnamen bulutangkis paling bergengsi di level junior itu. Lima gelar diperoleh lewat nomor Tunggal Putri U-17 (Aisyah Sativa Fatetani), Ganda Putra U-17 (Rian Cannavaro/Asghar Herfanda). Kemudian, Ganda Campuran U-17 (Muhammad Nendi Novantino/Triyola Nadia), Tunggal Putri U-15 (Ellena Manaby Yullyana), dan Ganda Putri U-15 (Mikala Kani/Febi Setianingrum). Selanjutnya, China mengantongi empat gelar (Tunggal Putri U-19, Ganda Putra U-19, Ganda Putri U-19, dan Ganda Campuran U-19). Lalu, India (Tunggal Putra U-15, dan Ganda Putra U-15), Malaysia (Tunggal Putra U-17), Korea Selatan (Ganda Putri U-17), serta Thailand (Tunggal Putra U-19). Sebanyak 1.054 atlet dari 19 negara turut serta di event ini. Hasil dari turnamen Jaya Raya ini, nantinya memberikan tambahan poin BWF (Federasi Bulutangkis Dunia) bagi pemain di Kategori U-19. Sedangkan, untuk pemain dengan Kategori U-15 dan U-17, akan mendapatkan poin untuk peringkat BAC (Federasi Bulutangkis Asia). (Adt)

Totalindo Purwokerto Open 2018 Jadi Ajang Hitung Peringkat Petenis Junior Indonesia

Petenis junior Nasional bersaing di turnamen tenis 'Totalindo Purwokerto Open 2018'. (net)

Jakarta- Petenis junior papan atas nasional turut meramaikan persaingan di turnamen tenis bertajuk ‘Totalindo Purwokerto Open 2018’, di Lapangan Tenis Gelanggang Olahraga Satria Purwokerto, Jawa Tengah, 2-8 April. Para petenis ini diantaranya penghuni peringkat nasional Pengurus Pusat (PP) Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (Pelti), yang merupakan peringkat atas putra dan putri Kelompok Umur (KU)-16 tahun, yakni Lucky Chandra Kurniawan (Sukoharjo) dan Niken Ferlyana (Blora). Dan, KU-14 yaitu Adinda Satria Gamal (Kediri), dan Aurelya Chamsiayu (Sukoharjo). Sedangkan M. Aji Faizal Nizam (Tulungagung) dan Joanne Lynn (Bandung/6) pada KU-12. Selain petenis junior unggulan, juga diramaikan kehadiran 100 petenis junior yang datang dari berbagai penjuru nusantara. Johannes Susanto, Ketua Bidang Pertandingan PP Pelti 2017-2022, mengatakan pihaknya tengah membenahi pembagian jenis kategori turnamen junior dan sistem pemeringkatan petenis. Agar, terangnya, akan mampu meningkatkan kualitas pembinaan usia muda. “Mulai tahun ini, poin peringkat hanya dihitung dari enam hasil terbaik masing-masing petenis. Dan kategori kejuaraannya, harus berlangsung seminggu penuh, seperti Totalindo Purwokerto Open ini, bukan dari turnamen dua atau tiga harian,” ujar Johannes, Senin (3/4). Sementara, Budhi Setiawan, Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Banyumas, mengapresiasi gelaran turnamen tenis junior berlevel nasional itu dimana daerahnya dipilih menjadi tuan rumah. “Semoga event ini menjadi titik awal bagi kemajuan olahraga tenis di Banyumas,” cetusnya. “Kami cukup bangga memiliki sarana lapangan tenis yang memenuhi standar penyelenggaraan turnamen nasional dulu. Tentu, kami ingin ada petenis Banyumas yang mampu bersaing di ajang seperti ini,” tambah Budhi. Sedangkan, Dudi Rochjat, Direktur Turnamen Totalindo Purwokerto Open 2018, mengungkapkan andai waktunya tak mepet dengan pelaksanaan ujian akhir sekolah, kemungkinan peserta pada turnamen ini akan lebih banyak. “Tapi, persaingan menuju tangga juara ajang ini tetap akan sengit,” tukas Dudi. (Adt)

Jadi Host Kejuaraan Asia Senam Artistik Junior 2018, Bekal Tanding Atlet Muda Indonesia

Aksi salah satu atlet senam junior DKI Jakarta, dalam nomor senam artistik PON Jawa Barat, pada 2016. (liputan6.com)

Jakarta- Indonesia menjadi tuan rumah Kejuaraan Asia Senam Artistik Junior, 25-28 April 2018, di Istora, Komplek Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Bagi pesenam junior Indonesia, ajang ini sekaligus dimanfaatkan untuk menambah pengalaman bertanding di turnamen internasional. Pada kejuaraan senam level Asia itu, untuk kelompok putra dibatasi usia 14-17 tahun (kelahiran 1 Januari 2001-31 Desember 2004). Bagi putri berusia 13-15 tahun (kelahiran 1 Januari 2003-31 Desember 2005). Ilya Avianti, Ketua Umum Persatuan Senam Seluruh Indonesia (Persani), mengatakan pihaknya bangga dipercaya menjadi tuan rumah kejuaraan bertajuk 15th Junior Artistic Gymnastics Asian Championship tersebut. “Kejuaraan ini merupakan single event Gymnastics Internasional pertama di Indonesia,” ujar Ilya, Rabu (28/3). Khusus bagi pesenam junior Indonesia, Ilya menyebut, ajang ini sekaligus digunakan guna mendapatkan pengalaman bertanding di turnamen internasional. “Indonesia akan menurunkan lima pesenam putra dan lima pesenam putri junior. Mereka sampai dengan saat ini masih terus berlatih secara intensif,” sambungnya. Faisal Reza, Manajer Tim Nasional (Timnas) Senam Junior, mengungkapkan pihaknya telah mempersipakan diri dengan baik pada ajang Kejuaraan Asia Senam Artistik itu. Ia berjanji anak didiknya menunjukkan penampilan terbaiknya. “Kami  mempersiapkan tim dengan baik. Kami berusaha akan memberikan penampilan yang terbaik di 15th Junior Artistic Gymnastics Asian Championship,” cetusnya. Event ini sekaligus menjadi prakualifikasi Youth Olympic Games di Argentina. Dan, rencananya 23 negara bakal turut meramaikan persaingan, seperti Kazakhstan, Korea Selatan, Arab Saudi, Vietnam, Iran, Irak, India, China, dan Jepang. (Adt)