Berkenalan Dengan Mahasiswa Berprestasi UI yang Sukses Jadi Atlet Sepatu Roda Nasional

Berkenalan Dengan Mahasiswa Berprestasi UI yang Sukses Jadi Atlet Sepatu Roda Nasional

Stigma berprestasi di olahraga akan susah berprestasi di akedimik mampu ditepis oleh atlet sepatu roda nasional, Barijani Mahesa Putra. Mahesa berhasil membuktikan dirinya mampu menuai presfasi baik di bidang olahraga atau akademik pendidikan. Pemuda yang masih menempuh pendidikan di Universitas Indonesia (UI), program studi (Prodi) Hubungan Masyarakat (Humas) ini berhasil meraih gelar Mahasiswa Berprestasi UI 2022 tingkat program Vokasi. Pria kelahiran 23 Januari 2002 ini juga akan mewakili kampusnya dalam Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Nasional program Diploma 2022. Tahapan ini meliputi seleksi wilayah dan seleksi nasional. “Saya ingin merubah stigma yang mengatakan bahwa, atlet hanya dapat berprestasi di bidang non akademik. Hal itu juga menjadi motivasi saya untuk menghapuskan stigma tersebut,” tutur Mahesa panggilan akrabnya. Prestasinya di bidang non akademik memang pantas diacungi jempol. Mahesa tercatat sebagai atlet sepatu roda DKI Jakarta dengan berbagai prestasi tingkat nasional dan internasional. Prestasi non akademik yang pernah ia torehkan diantaranya Juara 1 Team Time Trial (TTT) 10 km Putra dalam PON XX Papua 2021; Juara 1 Sprint 500M+D Putra dalam PON XX Papua 2021; meraih 2 emas, 2 perak dan 1 perunggu dari lima nomor pertandingan cabang sepatu roda di PON XX Papua 2021; Juara 1 3000m Rellay JIRTA Friendly Competition 2021. Di tingkat internaional diantaranya, menyumbangkan 2 medali emas dan 1 perak pada Malaysia Open 2013; 1 medali perak dan 1 medali perunggu pada Malaysia Open 2015; dan 1 medali emas pada Half Marathon 21km di New York, Amerika Serikat pada 2018. Ia juga beberapa kali mewakili Indonesia dalam kompetisi sepatu roda, seperti World Roller Games di Barcelona, Spanyol pada 2019 dan World Championship di Heerde, Belanda pada 2018. Tahun ini Mahesa terpilih jadi salah seorang atlet sepatu roda yang bakal berkompetisi ke Asian Games Hangzhou tahun 2023. Perjalananya menjadi atlet sepatu roda tak terlepas dari dukungan dan doa kedua orang tuanya dan juga latihan kerasnya. Sejak 2013 Mahesa telah fokus berlatih itensif di cabang olahraga sepatu roda. Hingga pada tahun 2016 lalu ia terpilih sebagai atlet DKI Jakarta cabor sepatu roda. Segudang prestasi yang ia raih merupakan hasil kerja keras Mahesa yang mampu menyeimbangkan kehidupan kampus dan kegemarannya berolahraga.

Cerita Naura Peraih 5 Emas Sepatu Roda PON XX

Cerita Naura Peraih 5 Emas Sepatu Roda PON XX

Luar biasa. Mungkin ungkapan tersebut yang cocok diberikan untuk Naura Rahmadija Hartanti. Atlet yang baru berusia 15 tahun tersebut sukses menyabet lima emas dari lima nomor yang diperlombakan di cabang olahraga sepatu roda yang diikutinya di ajang olahraga terbesar di Tanah Air, yaitu Pekan Olahraga Nasional XX Papua pada 2-15 Oktober 2021. Di PON Papua, Naura Rahmadija Hartanti atau yang akrab disapa Ola berlaga di lima nomor, yaitu sprint 1.000 meter putri, sprint 500 meter putri, relay 3.000 meter putri (beregu), maraton 42.000 meter putri, dan team time trial 10.000 meter putri (beregu). Semua emas dibabat habis olehnya. ”Alhamdulillah semuanya dapat emas,” ujar Ola, Selasa (19/10/2021), dikutip dari Kompas.id. Perolehan itu membuat Provinsi DKI Jakarta yang diwakilinya menjadi juara umum cabang olahraga sepatu roda di PON Papua. ”Seneng banget, bangga banget, puas. Capek yang selama ini aku jalanin, semuanya terbayar. Hasil enggak mengkhianati usaha,” kata Ola. Sejak awal, Ola memang memasang target tinggi untuk setiap nomor yang diikutinya. Target tinggi atau menjadi yang terbaik itu sudah menjadi prinsip Ola sejak mulai serius menekuni olahraga sepatu roda meski perjalanan untuk memberikan yang terbaik tidak selalu mudah. ”Untuk persiapan PON itu sekitar dua tahun. Harusnya setahun, karena kehambat pandemi, jadinya dua tahun,” kata Ola yang mulai masuk pelatda tahun 2017 saat usianya 11 tahun. Karena pandemi, Ola sempat sampai harus latihan sendiri di rumah melakukan program-program yang diberikan kepadanya. Baginya, hal itu tidak mudah. ”Latihan di rumah itu tantangannya diri kita sendiri. Karena kita dikasih program, tanggung jawabnya ke diri sendiri. Itu susah karena pasti ada cheating-cheating-nya dan lain-lain,” kata Ola yang sempat cedera di masa-masa mempersiapkan diri menghadapi PON. PON yang kemudian mundur karena pandemi memberi waktu bagi Ola untuk menyembuhkan cedera pada kakinya. Empat bulan menjelang PON, jadwal latihan semakin padat. Ola dan atlet-atlet lain harus masuk ke training camp. Mereka dikumpulkan di sebuah mes agar lebih fokus menghadapi PON. ”Itu mulai sangat intensif latihannya. Pagi, siang, malam. Sehari tiga kali latihan,” kata Ola. Selama masa ”karantina”, Ola bergaul dengan sesama atlet yang usianya lebih senior darinya, rata-rata mahasiswa. Namun, mereka cocok-cocok saja. Meski harus jauh dari rumah, Ola sangat menikmati seluruh proses yang tak hanya mematangkan fisik, tetapi juga kondisi mental tersebut. Dalam setiap kompetisi, peperangan psikologis (psy war) kerap kali justru memberi pengaruh besar. ”Sebenarnya kalau mental, biasanya dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, jadi bisa kena ke kita. Tapi aku kalau sama lingkungan itu kayak ya udah terserah mau apa. Yang penting aku ngelakuin buat aku sendiri, yang terbaik buat aku,” tutur Ola. Bekal-bekal itu kemudian dia bawa saat berlaga, termasuk berupaya untuk selalu mengendalikan diri di lapangan. Jam terbangnya yang cukup tinggi di dunia sepatu roda menjadi bekal untuk mengontrol dirinya saat bertanding. ”Kadang, tuh, kalau udah bermain, body contact sedikit aja emosinya bisa sangat meluap. Tapi aku selalu dikasih tahu untuk tenang. Kalau enggak, malah bisa didiskualifikasi. Jadi lebih nahan emosi aja saat di lapangan,” katanya. Namun, dari semua itu, yang paling penting menurut Ola adalah menjalaninya dengan senang. Tidak perlu terlalu terbeban. ”Yang penting lakukan yang terbaik. Enjoy. Hasil akhirnya apa, ya udah, berarti emang itu kehendak Tuhan,” ucap Ola. Berdoa, bagi Ola, juga menjadi hal penting. ”Tuhan bisa berkehendak apa aja. Bahkan, kalau udah doa sekeras apa pun, kalau Tuhan berkehendak, kita enggak bisa ngapa-ngapain juga. Yang penting tawakal aja, tapi berusaha kerja keras. Kalau enggak ada doa, setiap latihan itu bisa terjadi apa aja, jatuh, cedera, atau apa pun yang kita enggak mau terjadi,” ungkapnya. Sepatu roda sudah menarik perhatian Ola sejak duduk di kelas I SD. Saat itu, tahun 2012, Ola kecil yang tengah berolahraga di kawasan Stadion Utama Gelora Bung Karno melihat ada komunitas sepatu roda. Dia lalu tertarik mencoba. ”Anak kecil, kan, sukanya kenceng-kencengan gitu, lari-larian. Wah, ini (sepatu roda) keren juga bisa kenceng-kencengan,” kenang Ola. Mengikuti jejak sang kakak, Ola pun lalu bergabung di Klub V3 (Vini Vidi Vici). Kedua orangtuanya sangat suportif. Selama Ola enjoy melakoninya, mereka mendukung. ”Pas baru masuk, pemula, latihannya tiap weekend. Lalu pas naik ke standar, jadi seminggu empat kali,” ujar Ola. Kala itu, Ola kecil sempat kerap ogah-ogahan. Kadang dia mau latihan, tak jarang juga hanya melihat orang berlatih saja. ”Sampai akhirnya aku kalah di suatu perlombaan. Dari situ aku merasa pengin menang. Akhirnya mulai serius latihan,” papar gadis dengan tinggi badan 165 cm dan berat 56 kilogram ini. Dia menanamkan tekad untuk tak lagi malas atau bermain-main belaka. Apalagi jarak rumahnya di Bekasi kala itu dan tempat latihan di Senayan cukup jauh. Dia tak ingin mengecewakan sang mama yang setia menemaninya latihan. Kemenangan pertamanya diraih dalam sebuah lomba sepatu roda di Serang, Banten. Dari situ Ola mulai ”kecanduan” menang. ”Sekalinya menang, kan, merasa puas sama diri sendiri. Jadi semangat latihan untuk terus menang,” terang Ola. Menjadi atlet kemudian menjadi pilihan Ola. Di klubnya, Ola menjadi anggota yang pertama kali lolos seleksi pelatda. Sayang, saat sudah serius berlatih, Ola terdepak dari pelatda karena alasan usia yang masih terlalu muda. Hal ini sempat membuatnya patah semangat hingga akhirnya Ola dipanggil kembali masuk pelatda. ”Nah, di situ aku bener-bener langsung nunjukin skill. Bahwa aku, tuh, pantas dan mulai pengin ke jenjang yang lebih tinggi lagi,” kata Ola. Di pelatda, Ola berlatih seminggu enam kali. Praktis istirahat hanya satu hari. Ola tetap semangat. Pengalaman mengikuti training camp di Taiwan tahun 2016 dan 2017 serta bergaul dengan atlet-atlet asal China membuat Ola belajar semakin banyak. Tak hanya soal keterampilan, tetapi juga soal disiplin diri. ”Atlet-atlet China itu, kan, disiplinnya tinggi banget, aku belajar juga dari mereka, lalu juga mulai improve diriku sendiri,” kata Ola. Semua itu dibuktikan di ajang PON XX Papua dengan hasil fantastis. Dengan sepatu rodanya, Ola meluncur seolah tak terbendung menyabet lima emas. Seusai PON, tak ada kata santai. Selain kembali fokus mengejar ketertinggalan di sekolah, Ola juga tengah menantikan seleksi Asian Games 2022 yang akan berlangsung pada Desember 2021. Latihan-latihan ringan sudah mulai dilakukan. Ola menyimpan harapan agar kelak sepatu roda dipertandingkan di Olimpiade. Jika rumor itu terbukti benar, Ola tentu akan bersiap ambil bagian. ”Kalau misalkan memang bener, target jangka panjangnya, ya, … Read more

Farrahany Diva Az Zahra, Sempat Pilih Model Sebelum Sepatu Roda

Farrahany Diva Az Zahra, Sempat Pilih Model Sebelum Sepatu Roda

Muda, cantik dan berbakat. Ungkapan ini yang layak diberikan kepada atlet sepatu roda Farrahany Diva Az Zahra. Namun, siapa yang menyangka jika ia awalnya lebih dulu bergelut di dunia modeling sebelum akhirnya memilih sepatu roda dan beberapa kali menjadi perwakilan Sumatera Utara untuk setiap ajang olahraga tingkat nasional. Dara kelahiran 20 September 2003 ini memiliki bakat modeling sejak kecil. Ia mengaku pada saat kecil ia suka memilih baju sendiri dan memadu-padankan warna sehingga ia sering didaftarkan oleh sang mama untuk ikut kontes modeling. Namun, pada akhirnya ia merasa bosan dan beralih ke sepatu roda. Lebih lanjut, ia mengaku menolak pada saat pertama kali ditawari olahraga sepatu roda oleh salah seorang teman mamanya. Namun, berkat dukungan kedua orangtua, Diva akhirnya mau menekuni olahraga tersebut. Di usianya yang masih tergolong muda ini, Diva sudah cukup banyak pengalaman. Beberapa medali pernah ia raih. Bahkan, ia juga pernah ikut PON XIX Jawa Barat dan tampil di nomor lomba 15 ribu meter. Sebuah pengalaman yang berharga dan disyukuri olehnya. Saat ini, Diva sedang mempersiapkan diri untuk bersaing menjadi yang terbaik di PON Papua. Beberapa latihan pun tetap ia lakukan meski harus dari rumah. “Karena sekarang masih pandemi dan belum ada instruksi untuk latihan di luar rumah, makanya saya menggunakan alat sepeda,” ujar Diva dikutip dari Tribun Medan, Jumat (14/8/2020). Ia pun mengakui jika latihan mandiri di rumah ini sangat membantu dirinya sebagai seorang atlet. Terutama untuk menjaga ketahanan fisik dan mencegah otot-ototnya kaku. “Sesuai anjuran dari pelatih, saya bersepeda kurang lebih 1,5 jam dan itu diperlukan agar ketahanan fisik tetap terjaga dan otot kaki bisa lebih maksimal,” lanjutnya. Profile Nama: Farrahany Diva Az Zahra Tempat, Tanggal Lahir: Medan, 20 September 2003 Prestasi: Juara 1 Sumut open 1000 m putri Juara 1 Sumut open 5000 m putri Juara 1 Piala Gubsu Elim 5000 m putri Juara 2 speed junior 300 m putri Peringkat 8 Bk PON

Villa Lab Andalan Akademi Klub Sepakbola Tangerang Selatan

villa lab

Jakarta- Seperti pada klub-klub olahraga lainnya, khususnya sepak bola, ideal memiliki keorganisasian dan manajemen yang baik untuk menunjang klub dan para atlet. Villa 2000 FC salah satunya, klub akademi sepak bola asal Tangerang Selatan justru selangkah lebih maju dibanding klub professional karena memiliki laboratorium klinik kesehatan, yakni Villa Lab. Saat ini, Fathia Aulia yang ditunjuk sebagai Fisioterapi untuk menangani klub Villa 2000 FC. “Villa Lab itu adalah salah satu fasilitas dari Villa 2000 FC untuk menangani kasus cedera bagi para atlet maupun siswa”, kata Fathia. Kemudian, ia juga menambahkan bahwa Villa Lab ini bukan hanya sekadar menangani pemain yang cedera saja, tetapi memberikan program dari fisioterapi itu sendiri. “Selain menangani cedera, kita juga menjalankan beberapa program, yaitu antropometri. Antropometri itu pengukuran berat dan tinggi badan pada siswa atau murid di masa pertumbuhan. Hal tersebut kita bisa mengevaluasi anak ini dalam keadaan normal, sedang, ataupun kurang. Karena masa pertumbuhan mempengaruhi segala aktivitas siswa, terutama di lapangan”, sambung perempuan lulusan dari Universitas Indonesia itu. Villa Lab beroperasi sejak Februari 2014 untuk kepentingan intern dan mulai terbuka untuk umum pada tanggal 3 Maret 2014. Status dari Villa Lab ini meskipun berada di Training Ground Villa 2000 FA namun independen dan terlepas dari Klub. Klinik ini merupakan sebuah klinik spesialis penanganan cedera sepakbola bagi semua pesepakbola usia muda, tua, amatir maupun profesioanl. Pelayanan yang dapat dilakukan adalah Tes Potensi Cedera, Program Pencegahan Cedera Sepakbola, Perawatan Cedera Sepakbola dengan Football Physiotherapy dan Rehabilitasi cedera. Untuk mendukung pelayanan tersebut, di Villa Lab menyedeiakan beberapa fasilitas: Tens, laser, Ultrasound, Exercise Area (Indoor/Outdoor-football Pitch), Tim O8 s/d Senior untuk Return to Play (Integration to Football). (Dre)

Meski Sering Lecet Di Kaki, Sepatu Roda Tetap Menjadi Pilihan Benita Dalam Berprestasi

Benita-Triana-Ardianto-Sepatu-roda

Sudah genap 10 tahun lamanya, atlet sepatu roda yang bernama lengkap Benita Triana Ardianto, atau yang biasa di panggil Benita menjalani berbagai pertandingan sepatu roda. Semua berawal ketika dirinya di ajak bergabung dalam klub sepatu roda Eagle, Benita mulai mengikuti perlombaan pada tahun 2009 di Sidoarjo, Jawa Timur. Di tahun 2011, Benita sempat berhenti latihan. Hingga tahun 2012, ia kembali lagi mengikuti latihan rutin untuk mengikuti pertandingan Pekan Olahraga Provinsi (Porprov). “Dulu aku diajak saudara sekaligus pelatih klub sepatu roda, Eagle. Terus jadi suka dengan sepatu roda, dan pertama kali ikut lomba di Sidoarjo tahun 2009. Lalu sempat ada rasa bosan di tahun 2011, karena dulu tidak cocok sama asisten pelatihnya. Sempat beberapa tahun juga main basket buat ngisi kejenuhan saat bermain sepatu roda. Dan pada tahun 2012 aku mulai berlatih lagi, karena ada persiapan di Ajang Porprov,” Ujarnya Bermula hanya senang bermain sepatu roda seperti anak-anak kecil pada umumnya, Benita pun mulai tekun hingga membawanya keberbagai turnamen seperti, Pekan Olahraga Nasional (PON) 2016, Pekan Olahraga Pelajar Nasional (POPNas) 2017, dan juga Pekan Olahraga Provinsi Banyumas 2013. Dalam ceritanya kepada nysnmedia.com, Benita pun tidak jarang mengalami kendala saat berlatih, terlebih pada bagian kaki. “Waktu latihan dengan intensitas yang lama, dan juga berat, pasti kaki lecet semua. Karena sepatu rodanya kan custom jadi benar-benar ketat dikaki jadi gampang lecet.” Ucap siswa kelas 12 di SMAN 11 Semarang ini. Biasanya, Benita berlatih dengan jarak minimal 10 kilometer dengan waktu 2 sampai 3 jam setiap latihan. Benita pun menceritakan bagaimana ia mengatasi berbagai komentar dari setiap orang tentang permainannya. “Kalau bermain capek itu sudah pasti. Ketika lomba terus mainnya jelek juga dimarahin dan dikatain. Aku sih menerima dengan lapang dada, mendengarkan kesalahan aku, lalu intropeksi diri,”tutupnya(put/adt)

Berkat Kegigihannya, Hartopo Di Berikan Hadiah Arena Sepatu Roda Oleh Walikota Bekasi

sepatu-roda-bekasi

Hartopo adalah sosok seorang coach cabang olahraga sepatu roda dari tim kota bekasi, yaitu tergabung dalam bhagasasi speed club. Dirinya mulai merintis karir sebagai pelatih club sepatu roda pada tahun 1996, juga sebagai pendiri club sepatu roda kota bekasi untuk yang pertama kali terbentuk pada tahun 2000 lalu. Di tahun 2006 club dan timnya mulai berkontribusi di ajang PORDA Jawa Barat hingga saat ini masih konsisten dalam mengembangkan olahraga sepatu roda. Berkat kegigihan dan perjuangannya coach Hartopo dalam melatih, anak didiknya menjadi atlet langganan yang selalu masuk kandidat dalam mewakili Kota Bekasi di ajang PORDA Jawa Barat ataupun di luar Jawa. Berikut beberapa kejuaraan sepatu roda yang pernah di raih oleh Hartopo dan tim bhagasasi speed club diantaranya: 1. Juara umum sepatu roda se-Indonesia 2. Piala Gubernur Jawa Barat 3. Piala Wali Kota Surabaya 4. Piala Gubernur Sumatera Utara 5. Piala Bupati Serang, Banten Selain menanggani tim Bhagasasi speed club, Hartopo juga aktif mengajar ekskul sepatu roda di sekolah Al-Azhar sentra timur, jakarta timur. Saat di temui oleh kontributor nysnmedia.com pada hari jum’at (8/9/18) kemarin, coach Hartopo bersama timnya bhagasasi speed club sedang melakukan latihan untuk persiapan PORDA kabupaten Bogor mengatakan bahwa target kedepannya akan mengharumkan nama bekasi. “Target kedepanannya saat ini adalah, kita ingin mengsuksekan tim kejuaraan porda di Kabupaten Bogor, dan mudah-mudahan target kita 5 emas berhasil pada 2018 nanti untuk Bekasi,”ujar coach Hartopo. Sedangkan pada porda tahun 2006 di Karawang, Hartopo dan timnya bhagasasi speed club berhasil mendapatkan 4 emas, 5 perak dan 3 perunggu. Sehingga membawa nama Kota Bekasi menjadi harum dan layak menjadi perhitungan bagi tim lainnya se-Jawa Barat, lalu sebagai penghargaan atas prestasi yang di raih tersebut Achmat Jurfaih selaku Walikota Bekasi memberikan hadiah arena sepatu roda di Kota Bekasi yang di gunakan sampai sekarang, yang berhasil membawa kontingen Kota Bekasi masuk di peringkat 4 besar se-Jawa Barat. (mrd/adt)

Menjadi Atlet Sepatu Roda Bukan Prioritas Utama Yang Di Jadikan Pekerjaan Tetap

Aulia yang berhasil merebut juara 1 pada jarak 300 meter dalam V3 Open tahun 2015, peringkat 4 300 meter dalam Pon Jabar 2016, dan peringkat 6 dalam Seleksi Nasional Asian Games

Salah satu atlet sepatu roda bernama Aulia Abdul Gaffar, seorang mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang lahir di Jakarta, pada tanggal 17 November 1996. Mengawali karirnya sejak usia 4 tahun mengakui tertarik dengan olahraga tersebut karena dirasa cukup ekstrim.(6/7) “Saya tertarik karena olahraga ini cukup ekstrim. Kita bisa kebut-kebutan untuk berebut posisi atau menentukan siapa yang juara. Awal latihan saya tergabung dalam Jakarta Inline Cruiser.” ujar mahasiswa yang biasa dipanggil dengan sebutan Aul. Beberapa prestasi yang telah dimiliki Aul dalam olahraga sepatu roda antara lain adalah, juara 1 pada jarak 300 meter dalam V3 Open tahun 2015, peringkat 4 300 meter dalam Pon Jabar 2016, dan peringkat 6 dalam Seleksi Nasional Asian Games. Aul menambahkan kepada NYSN bahwa prioritas pertamanya terjun ke olahraga sepatu roda bukan untuk mengejar gelar juara, tapi lebih untuk menambah jam terbang pengalaman. “Saya sejak kecil langsung diikutkan dalam pertandingan biar dapat banyak pengalaman terlebih dahulu.” ujar Aul. Aul juga mengatakan bahwa orang tuanya mendukung dirinya menjadi atlet sepatu roda, walaupun sebelumnya sempat melarang karena Aul sering terjatuh dan terluka saat berlatih. “Ya, orang tua saya pernah melarang karena saya sering jatuh dan mengalami luka-luka, namun saya tetap bersikeras melakukan apa yang saya mau. Dan pada akhirnya orang tua saya semakin mendukung saya, para pelatih dan senior-senior saya juga sangat membantu saya selama berlatih sepatu roda.” kata Aul, yang telah memasuki semester 4 dalam kuliahnya. “Saya ingin membahagiakan orang tua saya. Mungkin olahraga bukan rencana untuk jangka panjang, pastinya nanti akan mencari pekerjaan tetap seperti pegawai negeri sipil (PNS) atau yang lainnya. Tapi saya tetap ingin menjadi atlet sepatu roda. Sekarang saya sedang mengikuti training camp untuk Sea Games Ice Skating Short Track, semoga kedepannya saya bisa menjadi atlet profesional dan dapat lebih baik lagi.” Tutupnya.(crs/adt)

Disiplin Dalam Latihan Membawa Calvin Ke PON Cabang Olahraga Sepatu Roda

Calvin yang berhasil mengukir preastasi hingga ke PON melalui sepatu roda

Olahraga sepatu roda yang satu ini sempat terkenal pada saat era 90 an, olahraga ini sempat di angkat menjadi film layar lebar dalam film Olga, karya Hilman Hariwijaya Berbeda dengan Calvin Leonardo, yang lahir di Jakarta 13 februari 1998, mulai ikut sepatu roda sejak tahun 2011 dan tergabung dalam club JRF (Jakarta Roller Flash). “Saya memang hobby dalam berolahraga, awalnya karena adik saya tergabung dalam club sepatu roda, saya coba ikutan dan akhirnya menjadi hobby sampai sekarang.” ungkap Calvin. Prestasi Calvin pertama kali yaitu dalam lomba marathon 42 KM kejuaraan V3 open 2013 yang diadakan di Jakarta dan mendapatkan medali perak. Tidak sampai di situ, setelah itu Calvin kembali mendapat 2 medali perak dan 1 medali perunggu dalam Malaysia Roller Games, 1 medali perak dalam Kejurnas Piala Ibu Negara di Malang tahun 2015, serta mendapat 1 medali perunggu di lomba 42 KM marathon pada PON XIX Jabar. Calvin sempat mengakui, jika sudah sekitar satu bulan menjelang kejuaraan, jadwal latihan akan ditingkatkan sampai bisa setiap hari. Dalam seminggu, Calvin melakukan latihan berat selama 5 hari dan latihan ringan selama 2 hari. “Kalau latihan dalam jangka panjang latihan hanya 4 kali dalam seminggu. Pemanasannya antara lain pelemasan otot, jogging dan melakukan sedikit gerakan dalam sepatu roda agar saat bermain badan kita tidak kaku.” jelas Calvin. Calvin juga menuturkan kepada NYSN, bahwa orang pertama yang paling berperan dalam perjuangannya meraih prestasi selama ini adalah ibundanya, dan juga pelatihnya terdahulu Shinta Septriana yang tidak kenal lelah untuk melatih dan mendukungnya. “Saat proses menuju PON jabar kemarin sampai saat kejuaraannya, disana saya banyak belajar berbagai macam hal, contohnya saya sekarang bisa lebih mandiri dan tidak terlalu bergantung sama orang tua lagi, pokoknya saya bisa jadi pribadi yang lebih dewasa berkat PON Jabar kemarin.” ujar Calvin. Calvin juga merupakan orang yang sangat disiplin dalam masalah waktu. Ia kurang suka jika ada yang tidak bisa disiplin waktu. Karena menurut Calvin, disiplin waktu adalah hal yang sangat penting untuk siapapun, dan berhubungan dengan komitmen seseorang. “Saya selalu bercita-cita ingin menjadi orang yang sukses. Disamping itu saya juga berimpian untuk menjadi orang Indonesia yang bisa mengikuti dan memenangkan kejuaraan sepatu roda tingkat dunia. Saya akan terus giat berlatih untuk mengikuti PON XX di Papua tahun 2020 nanti, setelah lulus kuliah saya juga akan tetap fokus berlatih sepatu roda.” tutup Calvin.(crs/adt)