Kolaborasi DBL-Ardiles, Luncurkan Sepatu Basket Produk Lokal yang Terjangkau

Development Basketball League (DBL) bersama Ardiles, produsen sepatu dalam negeri asal Surabaya, Jawa Timur (Jatim), meluncurkan sepatu basket berkualitas, dengan harga terjangkau. Bahkan, Ardiles sudah merilis sepatu AD1, signature shoe pebasket profesional pertama di Indonesia, milik Abraham Damar Grahita (tengah). (DBL)

Jakarta- Development Basketball League (DBL) bersama Ardiles, produsen sepatu dalam negeri asal Surabaya, Jawa Timur (Jatim), meluncurkan beragam sepatu basket berkualitas, dengan harga terjangkau. Terbaru, DBL-Ardiles merilis Pride2. Rilis sepatu generasi kedua seri Pride ini dilakukan di Jakarta, pada Rabu (13/2). Pride2 semakin melengkapi line-up DBL-Ardiles. Setelah kolaborasi ini juga sukses merilis sepatu AZA6 pada Desember 2018. Berlanjut dengan diluncurkannya sepatu AD1, signature shoe pebasket profesional pertama di Indonesia pada 26 Januari 2019. Hadir dengan tiga kombinasi warna, yakni hitam-kuning, merah-hitam, dan hitam-hijau, Pride2 adalah sepatu basket berkualitas, namun dengan harga terjangkau. Sepatu ini tersedia dengan ukuran 39 hingga 47, dan dijual kisaran Rp 300 ribu. “Lewat Pride2, kami ingin terus mengembangkan barisan pilihan sepatu basket berkualitas dengan harga terjangkau. Kami ingin terus mendorong industri pendukung olahraga di Indonesia. Semoga nantinya brand Indonesia bisa menjadi raja di negeri sendiri,” ujar Azrul ‘AZA’ Ananda, founder dan CEO DBL Indonesia, Rabu (13/2). Sepatu AZA6, bukan hanya diperuntukan untuk bermain basket, tapi bisa dikenakan untuk bersekolah maupun bekerja. Berbahan dasar upper pada AZA6 terbuat dari mesh yang berasal dari nilon rajut. Sehingga memberikan sirkulasi udara saat digunakan. Baik saat pertandingan maupun aktivitas lainnya Demi mendukung mobilitas yang tinggi, Megatonic Tech yang terbuat dari poly urathane membuat pijakan kaki saat melakukan drive dan pivot lebih kuat. Selain itu, hitmap dan motif alas kaki herringbone juga mempunyai fungsi untuk mendistribusikan beban yang dikeluarkan sesuai dengan kontur kaki. Dan penggunaan phylon sole untuk meminimalisir terjadinya cedera, juga menjadi keunggulan lain pada sepatu AZA6 ini, seharga Rp 428 ribu. Sedangkan AD1 adalah sepatu basket yang mengutamakan performa, khususnya pemain dengan gerakan cepat. Nama AD1 adalah akronim nama pebasket muda yang sedang melejit yakni Abraham Damar Grahita. Guard 23 tahun skuat klub Stapac Jakarta ini adalah bintang masa depan tim nasional basket Indonesia. Sederet prestasi disandangnya, berpredikat Most Improved Player IBL 2017. Pemuda asal Bangka Belitung itu juga ikut meraih gold medal pada SEABA Championship 2018. Serta Mempersembahkan medali perak di SEA Games 20 17 (Malaysia). Ia juga menjadi andalan di Asian Games 2018. DBL Indonesia dan Ardiles sudah mengembangkan AD1 selama 1,5 tahun. Bahkan, Abraham Damar sudah menjalani proses scan dan cetak kaki untuk membantu risetnya. Sepatu AD1 tersedia dalam tiga kombinasi warna. Hitam-Merah, sesuai warna khas timnya, Stapac Jakarta. Kemudian Merah-Putih, dipakai saat membela Timnas, dan Biru-Orange muda, warna khas DBL Academy. Sepatu ini dijual kisaran Rp 400 ribu. “Saya diundang ke Surabaya, tapi tidak diberi tahu untuk apa. Ketika melihat sepatu itu, saya langsung tidak bisa berkata apa-apa. Bangga, bahagia, terharu,” ungkap Abraham. Ia juga menjadi Pebasket pertama Indonesia yang memiliki signature shoe tersebut. Sementara itu, Kim Pan Seung, Direktur A1 Ardiles, menegaskan bahwa visi dan misi DBL Indonesia dan Ardiles sama. “Yakni ikut mengembangkan basket Indonesia. Ini juga menjadi kesempatan bagi kami untuk show off, bahwa produk lokal juga tak kalah dengan brand luar,” tukasnya. (Adiantoro)

Miliki 22 Pul, Sepatu Bola Kipsta ini Luar Biasa Untuk Dipakai Berlari

Sepatu bola Kipsta 700.

Ada yang tak biasa dari sepatu bola milik Kipsta ini. Pasalnya, banyaknya produksi sepatu bola yang memiliki 6-11 pul, sedangkan brand asal Prancis ini memproduksi setidaknya terdapat 22 pul guna bermain sepak bola. Kali ini nysnmedia.com yang diberi kesempatan untuk mampir ke toko olahraga ‘Decathlon’ di bilangan Alam Sutera, Kota Tangerang ini akan mereview sepatu bola, yakni Kipsta 700. Nah, mungkin ada yang bertanya-tanya, mengapa pul sepatu bola ini memiliki pul banyak. Pul ini juga merupakan salah satu kekurangan Kipsta 700 ini, khususnya di daerah lapangan sepak bola di Indonesia masih belum mungkin dipakai untuk profesional mengingat mayoritas rumput sepak bola Indonesia yang tinggi. Tetapi pul ini bisa dipakai untuk lapangan rumput sintesis. Sebab, pul yang dipakai ukurannya tidak tinggi/pendek/kecil. Jenis Kipsta 700 ini memang sejatinya diperuntukkan bagi posisi pemain yang perlu untuk berlari cepat, contohnya di posisi pemain sayap. Sebab, dari segi material sepatu ini terbuat dari kulit asli yang terbilang sangat ringan. Selain itu, bagi pemain yang memiliki unsur estetika sangat direkomendasikan karena dari motif dan warna terlihat indah –ya meskipun subjektik/relatif–. Kalau bicara harga, Kipsta 700 sendiri dibanderol 700 ribu rupiah. Namun, ada pula yang harganya dibawah 700 ribu, tergantung motif, warna, dan material. Sekiranya di atas beberapa review tentang Kipsta 700. Ohiya, dalam menjaga orisinalitas, barang-barang Kipsta hanya dijual di toko olahraga Decathlon. (Dre)

Eagle, Merek Sepatu Olahraga Lokal Yang Banyak Digunakan Di Indonesia

Eagle-Merek-Sepatu-Olahraga-Lokal-Yang-Banyak-Digunakan-Di-Indonesia-1

Bagi kamu pecinta olahraga pasti sudah tahu merek Eagle. Merek lokal yang memproduksi berbagai sepatu olahraga untuk lari, jogging, badminton dan futsal. Selain itu, Eagle juga memproduksi sepatu untuk sehari-hari dan sepatu sekolah. Eagle sudah berdiri sejak tahun 1986 dengan misi untuk menjadi merek terdepan di dunia olahraga. Dibawah naungan PT. Global Fashion Indonesia (GFI), Eagle saat ini masuk 5 besar top brand tahun 2017 untuk kategori sepatu olahraga. Eagle sempat tenggelam di tahun 2000, namun di tahun 2006 Eagle bangkit kembali dengan mengeluarkan inovasi-inovasi baru. Di tahun 2006 merupakan tahun bersejarah bagi merek Eagle, dimana Eagle memunculkan logo baru dan melakukan perubahan total untuk memperhatikan kualitas sepatu untuk menaikkan merek Eagle lebih jauh lagi. Eagle sudah mendukung berbagai kegiatan olahraga seperti Indonesian Youth Olympic Games di Singapura, Futsal competition 2010 di Medan, Aerobic Competion Tabloid Nyata Grup di Surabaya, Liitle League Baseball and Softball Jakarta tahun 2011 dan masih banyak lagi. Dengan mengedepankan kenyamanan pemakai, Eagle membuat sepatu dengan bahan karet yang bisa menyesuaikan bentuk kaki. Selain itu, sepatu Eagle memiliki lubang-lubang kecil sebagai sirkulasi udara agar terhindar dari bau kaki. Desain sepatu Eagle sangat bervariatif dan sangat berwarna. Tak hanya itu, sepatu Eagle sangat ringan dan lentur saat digunakan. Namun, untuk penggunaan yang rutin, sepatu Eagle kurang awet dan cocok digunakan hanya untuk berolahraga yang ringan. Merek Eagle menyasar kepada masyarakat menengah kebawah, sepatu Eagle dijual dari harga Rp. 149.900 hingga Rp. 499.000. Saat ini, sepatu-sepatu sudah banyak ditemukan di toko-toko olahraga, departemen store bahkan di berbagai situs penjualan online. Eagle merupakan salah satu  merek lokal yang bisa mendominasi di Indonesia. Nah,apa jenis sepatu Eagle favorit kamu? (put)

Rivalitas Dua Bersaudara Yang Melahirkan Adidas Dan Puma

Rivalitas-Dua-Bersaudara-Yang-Melahirkan-Adidas-Dan-Puma-1

Banyak masyarakat yang belum tahu, dua brand olahraga ternama Adidas dan Puma adalah milik kakak beradik asal kota Herzogenaurach, Jerman. Mereka adalah  Adolf dan Rudolf Dassler. Pada awalnya mereka berdua meneruskan bisnis sepatu milik ayah mereka dengan nama Gebrüder Dassler Schuhfabrik. Sang adik, Adolf bertugas menjadi perancang untuk model-model sepatu sedangkan sang kakak, Rudolf bertugas untuk melakukan penjualan dan distribusi sepatu. Kesuksesan sepatu Dassler bersaudara yang mengembangkan sepatu sepakbola, tennis dan atletik semakin populer ketika tahun 1936 pelari legendaris Jesse Owen mengenakan sepatu buatan mereka pada turnamen Olimpiade di Berlin dan memenangkan 4 medali emas. Perselisihan Popularitas nama Dassler pun tidak diikuti dengan keharmonisan hubungan kakak beradik ini. Mereka mengalami perselisihan yang menyebabkan perpecahan. Berbagai alasan mencuat yang menjelaskan ada apa dengan mereka berdua sehingga bertengkar. Ada yang mengatakan bahwa mereka berpisah karena perbedaan pendapat dan konflik politik pada masa itu. Sejak saat itu, keduanya berpisah dan memutuskan untuk tidak lagi menjalani bisnis keluarga. Pada tahun 1940-an, Rudolf pindah ke seberang sungai untuk mendirikan pabrik baru, sementara Adolf tetap mengelola pabrik lama. Adolf mengubah nama pabrik dan merek sepatunya menjadi Adidas yang diambil dari nama Adolf Dassler. Sementara Rudolf  memberi nama untuk sepatunya Puma Schuhfabrik RudolfDassler atau yang saat ini dikenal sebagai Puma. Perpecahan antara Adi dan Rudi ini menular pada penduduk kota. Pegawai Adidas dan pegawai Puma akan pergi ke restoran, bar, bahkan pasar yang berbeda untuk berbelanja. Bahkan para pegawai Adidas tidak boleh menjalin hubungan  denga pegawai Puma. Pertikaian ini juga yang mendorong kedua perusahaan ini semakin berkembang dengan pesat.  Setiap kali Adidas melakukan suatu terobosan baru atau penjualannya meningkat, maka Puma pun akan melakukan hal yang sama. Demikian pula sebaliknya. Maka dari itu, bisa dilihat bahwa model sepatu kedua merek ini tidak beda jauh. Titik Kesuksesan Persaingan yang masih berlanjut mengalami klimaksnya pada tahun 1950. Pada saat itu, Puma membatalkan kerjasama sponsor untuk sepakbola Jerman karena sang pelatih Josef Herberger  meminta bayaran yang rendah untuk mengenakan produk buatan Puma. Melihat kejadian itu Adidas  mengambil kesempatan dan menyetorkan produk untuk dikenakan para pemain nasional dalam piala duna. Tak disangka, Jerman mampu menundukkan tim top Eropa, Hungaria. Adolf Dassler pun muncul disetiap halaman utama koran dan dengan demikian nama Adidas mulai terkenal hingga internasional. Adolf pun mendapatkan tawaran dari berbagai negara di dunia untuk menjual sepatu Adidas di negara mereka. Rudolf pun mengejar ketertinggalan itu selama bertahun-tahun hingga bisa menyamai kesuksesan adiknya. Bertahun-tahun rivalitas Adidas dan Puma ini nyaris tidak pernah ada yang bisa mendamaikan bahkan hingga mereka meninggal dunia. Berakhirnya Perselisihan Saat ini, Adidas dan Puma telah menjadi merek ternama di dunia. Perselisihan antar keduanya baru dapat diselesaikan pada tahun 2009 melalui satu pertandingan sepak bola persahabatan dari pegawai Adidas dan Puma yang menandai bahwa mereka telah berdamai. Adidas dan Puma sendiri tetap mempertahankan kantor pusat mereka di kota Herzogenaurach. Perseteruan dua brand ini bahkan diangkat kelayar lebar pada tahun 2016 lalu dengan judul Duell der Brüder – Die Geschichte von Adidas und Puma. Meski sempat berseteru, Adolf dan Rudolf tetap berjasa telah menciptakan 2 merek apparel olahraga berkualitas yang saat ini sudah mendunia.(put)