Juara Thailand Masters 2019, Fitriani Malah Banjir Rekor

Fitriani menjuarai ajang pembuka musim BWF World Tour, Thailand Masters 2019 (super 300). Ani, sapaannya, juga memecahkan rekor gelar juara tunggal putri non-Thailand, untuk turnamen berhadiah total 150 ribu dolar AS itu. (Humas PBSI)

Bangkok- Fitriani menjuarai ajang pembuka musim BWF World Tour, Thailand Masters 2019 (super 300). Pebulu tangkis kelahiran Garut 27 Desember 1998 itu mengukuhkan diri menjadi kampiun dalam laga final di Indoor Stadium Huamark, Bangkok, Minggu (13/1). Ia menang atas andalan tuan rumah, Busanan Ongbamrungphan. Fitriani menang straight game 21-12, 21-14, dalam laga berdurasi 42 menit (statistik BWF). Ini adalah gelar pertama Ani, sapaanya, sejak 2016, saat juara di Indonesia International (BWF International Challenge). Kiprah pemain yang kini berada di urutan ke-33 dunia, di Thailand Masters memang fantastis. Gelar ini merupakan gelar pertama dan satu-satunya bagi Indonesia, pada turnamen pembuka kalender BWF World Tour 2019. Ani juga mencatat rekor pribadi. Yakni Lolos ke semifinal pertama, di ajang sekelas BWF World Tour (dahulu BWF superseries+premier). Lalu final pertama, hingga ditutup dengan juara. Ia menjadi wakil Tanah Air pertama, yang sukses merebut gelar BWF World Tour di luar Indonesia, dalam enam tahun terakhir. Terakhir kali tunggal putri Indonesia berjaya di ajang BWF World Tour, didapat Lindaweni Fanetri. Kala itu, Lindaweni berhasil menjuarai Syed Modi International 2012. Ani pun memecahkan rekor gelar juara tunggal putri non-Thailand, untuk turnamen berhadiah total 150 ribu dolar AS itu. Pertandingan tunggal putri Thailand Masters yang digelar sejak 2016 itu selalu dimenangkan pemain-pemain tuan rumah, seperti Ratchanok Intanon, Busanan Ongbumrungphan, dan Nitchaon Jindapol. Sebagai perbandingan, tahun lalu Indonesia berhasil meloloskan tiga wakil di babak final, yakni tunggal putra, ganda putra, dan ganda putri. Meskipun akhirnya hanya sektor tunggal putra, yang diraih Tommy Sugiarto, berhasil pulang ke tanah air dengan membawa gelar juara. (Adt) Perjalanan Fitriani di Thailand Masters 2019 Babak pertama: vrekors Lee Ying Ying (Malaysia) 18-21, 21-9, 23-21 (54 menit) 16 Besar: vs Nitchaon Jindapol (Thailand) 21-10, 17-21, 21-16 (62 menit) Perempat final: vs Yoe Jia Min (Singapura) 14-21, 21-15, 21-18 (60 menit) Semifinal: vs Deng Joy Xuan (Hong Kong) 12-21, 21-19, 21-16 (55 menit) Final: vs Busanan Ongbamrungphan (Thailand) 21-12, 21-14 (42 menit)

Lolos Final Thailand Masters 2019, Fitriani Diambang Sejarah

Usai mengalahkan wakil Hong Kong, Deng Joy Xuan, dengan rubber game, 12-21, 21-19 dan 21-16, di Arena Huamark Indoor Stadium, Bangkok, pada Sabtu (12/1), atlet kelahiran Garut, Jawa Barat, 27 Desember 1998, Fitriani, menembus babak final tunggal putri Thailand Masters 2019. (antarafoto.com)

Bangkok– Kiprah Fitriani sebagai wakil Indonesia satu-satunya yang tersisa di ajang Thailand Masters Super 300 masih belum terbendung. Tampil di babak semifinal, Sabtu (12/1), tunggal putri Pelatnas Cipayung ini mampu memastikan tempat di partai puncak. Arena Huamark Indoor Stadium, Bangkok, Fitriani yang ditantang wakil Hong Kong, Deng Joy Xuan, mampu meraih kemenangan rubber game, 12-21, 21-19 dan 21-16 dalam durasi laga 55 menit. Turun pada duel pembuka di lapangan 2, asal klub PB Exist Jakarta menghadirkan drama tersendiri demi menapaki jejak ke babak final. Tertinggal poin cukup jauh di game pertama, 12-21, Fitri berupaya keras membalas dendam kehilangan game pertama dengan bangkit di game berikutnya. Hal tersebut mampu terbukti, saat gadis 20 tahun itu dengan dramatis merebut game kedua melalui pertarungan ketat, 21-19. Aura kemenangan pun menyelimuti Fitriani, kala menuntaskan misinya di game penentuan saat menutup laga dengan kemenangan 21-16.Di babak final yang berlangsung besok, Minggu (13/1), Fitriani akan menghadapi pebulutangkis unggulan delapan asal Thailand, Busanan Ongbamrungphan. Busanan sukses mengalahkan komptriotnya unggulan enam, Pornpawee Chochuwong, 21-10 dan 21-4. Fitriani sebelumnya sudah tiga kali bertemu Busanan, dengan rekor kemenangan 2-1. Terakhir, Fitriani mengalahkan Busanan, pada babak 16 besar Korea Masters 2018, lewat laga tiga gim 21-18, 12-21, dan 21-11. Andai Fitri bisa menjadi juara, ia akan mencetak sejarah. Selain menyingkirkan unggulan pertama sekaligus sang juara bertahan andalan tuan rumah, Nitchaon Jindapol, gadis kelahiran Garut, Jawa Barat, 27 Desember 1998 ini bakal menjadi pebulu tangkis non Thailand pertama, di sektor tunggal putri yang menjuarai Thailand Masters. Diadakan pertama kali pada 2016, gelar juara khusus sektor tunggal putri, selalu sukses dibawa pulang pebulu tangkis Thailand. Adapun para peraih gelar juara Thailand Masters sebelumnya adalah Ratchanok Intanon (2016), Busanan (2017), dan Jindapol (2018). Keberhasilannya mencapai ke final di Thailand Masters 2019 merupakan yang pertama bagi Fitriani, sejak terakhir diraih pada 2016 dalam sebuah turnamen internasional. Ia butuh waktu selama lebih dari 2 tahun untuk bisa tampil kembali ke laga final. Terakhir, Fitriani mencapai babak final dalam turnamen internasional adalah pada Indonesia Internasional Challenge, yang berlangsung pada 1-6 November 2016. Kala itu, ia melangkah ke laga final, usai menundukkan Dinar Dyah Ayustine di babak semifinal, dengan skor 21-13 dan 21-12. Di final, gadis pendiam ini tampil sebagai juara, setelah mengalahkan rekannya sesama Pelatnas, Hana Ramadhini, dengan skor 21-19 dan 21-18. Titel juara ini menjadi momen terakhir Fitriani memenangi laga internasional. Sebelum melepas dahaga di final, Fitriani juga memecahkan kebuntuan lainnya. Sukses menembus semifinal Thailand Masters 2019, merupakan semifinal pertama bagi Fitriani sejak terakhir meraihnya di Selandia Baru Open 2017. (Adt)

Pecah Rekor Tinju Putri, Anggota KOWAD 20 Tahun Asal Lombok Raih Perunggu Asian Games

Kalah dari atlet Thailand, Sudaporn Seesondee (merah), petinju putri kelahiran Lombok, 27 Januari 1998, Uswatun Hasanah (biru), meraih medali perunggu Asian Games 2018 kelas 60 kg putri, pada Jumat (31/8). Raihan itu jadi sejarah baru, karena kali pertama, tinju putri mendulang medali di kancah Asian Games. (liputan6.com)

Jakarta- Petinju Putri Indonesia, Uswatun Hasanah, sukses menyumbangkan medali perunggu Asian Games 2018 dari kelas 60 kg putri, Jumat (31/8). Raihan itu jadi sejarah baru, karena untuk kali pertama, tinju putri mendulang medali di kancah Asian Games. Tinju putri kali pertama digelar pada Asian Games 2010. Selama ini, belum pernah ada petinju Indonesia yang meraih medali. Setelah delapan tahun, penantian Indonesia akhirnya terbayar. Atlet 20 tahun yang kerap disapa Atun ini, mengamankan medali perunggu paska gagal melenggang ke babak final. Di partai semifinal tinju putri kelas ringan 60 Kilogram Putri Hall C, JIExpo, Anggota Kowad TNI AD berpangkat Serda yang berdinas di Dirpalad Jatinegara Jakarta Timur ini, terpaksa mengakui keunggulan atlet asal Thailand, Sudaporn Seesondee. Pertandingan tiga babak tersebut, Atun terus menerus tertekan sejak awal ronde. Pukulan bertubi-tubi petinju Thailand, tak mampu dihadang olehnya. Sebaliknya, pukulan gadis kelahiran Lombok, 27 Januari 1998 ini, tak bertenaga dan mudah dipentahkan lawan. Sudaporn makin mendominasi laga di ronde kedua dan ketiga, hingga Atun terlihat selalu terpojok dan gagal keluar dari tekanan. Bahkan, saking terpojoknya, Atun kerap berbalik badan hingga mendapat peringatan dari wasit di ronde ketiga. Usai laga, pelatih kepala Adi Suandana menyebut anak asuhnya gagal maksimal dipertandingan tersebut. Apa yang ditampilkan Atun saat mengalahkan wakil India, Pavitra di perempat final, tak terlihat. “Penampilan Uswatun hari ini, jika dibandingkan dengan sebelumnya, memang menurun,” kata Adi, usai laga, di JIExpo Kemayoran Hall C, Jakarta, Jum’at (31/8). “Karena olahraga tinju itu sudah biasa ya, yang terpukul pasti poinnya turun, dan yang banyak memukul pasti dapat poin,” imbuhnya. Adi menjelaskan, waktu persiapan yang kurang, ditambah minimnya uji coba ke luar negeri, menyebabkan mental Atun dan para petinju penghuni pelatnas lainnya tak terasah dengan baik. Akibatnya, kata Adi, saat di bawah tekanan, mereka tak mampu mengeluarkan kemampuan terbaik dan gagal menjalankan instruksi pelatih. “Masih banyak kelemahan. Lawan jadi punya keberanian menyerang terus. Kalau Atun keberaniannya sepeti pertandingan sebelumnya, lawan tak bakal tampil seperti itu,” ujar Adi. Meski gagal ke babak final, medali perunggu Atun sukses menghantarkannya mencetak sejarah. Sepanjang sejarah Asian Games, tinju Indonesia mengoleksi tiga emas, delapan perak, dan 13 perunggu. Namun, semua medali datang dari tinju putra. Ini merupakan medali pertama yang diraih kontingen Indonesia di Asian Games 2018 sepanjang Jumat (31/8). Indonesia total telah mengoleksi 30 emas, 23 perak, dan 39 perunggu. (Ham)