Atlet Berjilbab 21 Tahun Tak Menyesal Gagal di Asian Para Games 2018, Menpora: Judo Harus Cari Terobosan

Jakarta- Miftahul Jannah, atlet blind judo Indonesia, mengaku tak menyesal harus gagal bertanding pada babak 16 besar, di kelas 52 kg putri kategori low vision Asian Para Games 2018. di JIExpo Kemayoran, Jakarta, pada Senin (8/10). Miftah, sapaanya, didiskualifikasi jelang tampil lantaran ia menolak membuka hijab saat bersiap menghadapi Oyun Gantulga, asal Mongolia. Sesuai regulasi Federasi Judo Internasional (JJF), memang terdapat aturan yang tidak memperbolehkan atlet judo mengenakan penampahan busana atau atribut di kepala saat tampil, termasuk jilbab. Hal itu dinilai bisa membahayakan atlet judo, akibat leher tercekik atau cedera lainnya, di bagian kepala. “Rasa menyesal tidak ada, itu sudah jadi pendirian Miftah. Pelatih tidak memberitahu ke Miftah kalau ada aturan membuka jilbab sebelum pertandingan dimulai,” ujar Miftah, di GBK Arena Senayan, Jakarta, Selasa (9/10). “Tapi, ketika mendengar di technical meeting, ada aturan yang melarang pemakaian jilbab, ya sudah Miftah memegang prinsip tak ikut bertanding jika harus buka jilbab,” lanjutnya. Atlet disabilitas kelahiran Aceh Besar, 4 Mei 1997 itu, menegaskan regulasi harus ditegakkan, namun ia menilai prinsip keyakinannya juga harus dihormati.nij “Miftah ingin mempertahankan prinsip. Ini tidak hanya untuk Miftah sendiri, tapi untuk atlet-atlet muslimah lainnya, agar mereka bisa terus mempertahankan jilbabnya,” tambah peraih medali emas Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) 2016, Bandung, Jawa Barat (Jabar) itu. Sementara itu, Imam Nahrawi, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), berharap federasi judo internasional mencari terobosan agar membuat hijab yang bisa dimodifikasi, sehingga bisa dipakai oleh para pejudo wanita, tanpa melepas indentitasnya sebagai muslimah. “Harapanya adalah kedepan Federasi Judo Internasional bisa membuat regulasi yang lentur. Penggunaan jilbab bagi atlet muslimah harusnya ada dengan desain yang tidak membahayakan, seperti pada cabang olahraga lainnya,” cetus menteri yang hobi bermain bulutangkis itu. Menteri asal Bangkalan Madura, Jawa Timur itu, menegaskan pemerintah dan semua pihak harus menghormati keputusan dara yang pernah mengikuti program pertukaran pelajar Inggris-Amerika-Indonesia pada 2015, untuk tidak bertanding karena memegang teguh prinsip. “Pemerintah dan kita semua harus menghormati Miftah yang memegang teguh prinsip. Ini menjadi pelajaran berharga untuk kita semua. Dan, regulasi yang ada harus membuat rasa aman dan nyaman bagi para atlet,” tukas suami dari Shobibah Rohmah itu. (Adt)

Pernah Aktif di Bowling dan Bulutangkis, Mella Windasari Raih Emas di Lawn Bowls

Mella Windasari menambah perbendaharaan medali emas Asian Para Games 2018 dari cabang olahraga Lawn Bowls, pada Senin (8/10). Atlet berusia 34 tahun itu, meraih emas di nomor tunggal putri di kelas B6. (INAPGOC)

Jakarta- Indonesia kembali menambah perbendaharaan medali emas Asian Para Games 2018 melalui Mella Windasari dari cabang olahraga Lawn Bowls, pada Senin (8/10). Atlet berusia 34 tahun itu, meraih medali emas di nomor tunggal putri di kelas B6, setelah mencetak poin sempurna sebanyak tiga kali. Tampil di Stadion Hoki, Kompleks Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta. Mella, sapaanya, sukses menyingkirkan atlet Indonesia, yakni Retnowati Yugia Sibarani dengan skor 21-4. Lalu, ia mengandaskan Faridah Binti Saleh asal Singapura dengan skor 21-2, dan wakil Hongkong, Tsz Wong Sum dengan skor 21-6. Sementara itu, di laga penentuan, Mella menekuk Rattna’Aizah Mohd Idris dari Malaysia, dengan skor 15-8. Berkat empat kemenangan telak itu, membuat total raihan angka Mella tak saingi oleh para lawannya. Padahal, Mella masih menyisakan satu pertandingan tersisa, melawan Jang Sun-Bun asal Korea Selatan (Korsel). Namun, laga itu tak memiliki pengaruh apapun bagi Mella untuk mengamankan medali emas. Kiprah Mella di lwan bowls belum terlalu lama. Terhitung setahun terakhir ini ia serius menekuni olahraga bowling lapangan itu. Sebelumnya, Mella aktif di cabang bowling dan bulutangkis. Ia bahkan tak menyangka, dirinya bisa mengukir prestasi menawan di Asian Para Games 2018 ini. “Saya kan masih baru, sedangkan yang lain sudah 10-15 tahun. Kalau target pribadi nggak ada, cuma kalau untmuk setiap pertandingan saya selalu ingin menang,” tukas Mella. (Adt)

Anak Penjual Tempe Raih Emas Asian Para Games 2018, Suparniyati: Ini Hasil Buruk

Suparniyati, atlet tolak peluru putri kategori F20 (keterbatasan kecerdasan/IQ), sukses menggenggam medali emas Asian Para Games 2018. Namun, wanita kelahiran Riau, 18 Agustus 1993 itu gagal memecahkan rekor. (Kemenpora)

Jakarta- Suparniyati, atlet tolak peluru putri kategori F20 (keterbatasan kecerdasan/IQ), sukses menggenggam medali emas Asian Para Games 2018. Namun, ia menyebut ini adalah hasil buruk. Mengapa? Meski sukses di pesta multi sport terbesar bagi para penyandang disabilitas se-Asia itu, Suparniyati mengaku prestasinya belum maksimal. Melakoni pertandingan di Main Stadium, Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta, pada Senin (8/10), wanita kelahiran Riau, 18 Agustus 1993 itu, naik podium utama usai mengunci tolakan sejauh 10,75 meter. Berkaca pada ASEAN Para Games 2017, Kuala Lumpur, Malaysia, ia mampu memecahkan rekor Asia sejauh 11,03 meter. Torehan gemilang di Negeri Jiran itu menggeser rekor sebelumnya milik Nursuhana binti Ramlan (Malaysia) sejauh 10,71 meter yang diciptakan pada 2012. Saat latihan, ia mengaku pernah melempar sampai jarak 11 meter. “Ini buruk karena tak memecahkan rekor saya sendiri, yakni 11,03 meter di ASEAN Para Games 2017,” ujarnya, Senin (8/10). “Ini Asian Para Games pertama saya.Saya sangat bahagia meski tak sesuai keinginan melewati rekor di Malaysia,” lanjutnya. Sementara itu, atlet Indonesia Tiwa harus puas merebut medali perunggu setelah hanya mampu membuat tolakan sejauh 6,44 meter. Dan, Hiromi Nakada membawa pulang medali perak dengan tolakan sejauh 10,29 meter. Sejatinya Suparniyati adalah seorang anak penjual tempe. Hal itu terungkap dari salah satu akun Facebook Dit.PPKLK, “Suparniyati, anak dari seorang penjual tempe asal Riau ini merupakan salah satu atlet tolak peluru asal Indonesia”. “Hebatnya, segala keterbatasan yang dimilikinya tidak membuat Suparni berkecil hati,” tulisnya. Prestasi yang ditorehkan bukanlah produk instan. Ia sudah berlatih keras sejak mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar (SD). Seiring waktu, kemampuannya terasah. Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) XIV, Riau 2012, menjadi pengalaman Suparniyati dalam mengasah kemampuan di level nasional. Kemudian berlanjut di ajang yang sama pada 2016 di Jawa Barat (Jabar). Pada Peparnas edisi kesepuluh itu, ia meraih dua medali emas dan satu perak. Sedang sang pelatih Purwoko, menegaskan bila anak didiknya tersebut memang ditargetkan membawa pulang medali. Dan, Suparniyati sukses menjawab tantangan itu. Ia berharap medali emas yang didapat di cabang atletik menjadi virus positif bagi atlet di cabang olahraga lainnya. “Untuk emas pertama hari ini cukup membanggakan,” cetusnya. “Mudah-mudahan bisa menambah motivasi bagi atlet atlet yang bertanding hari ini,” tukas Purwoko. (Adt)

Kondisi Bahu Kurang Fit, Ni Nengah Widiasih Harus Puas Raih Perak Powerlifting Asian Para Games 2018

Ni Nengah Widiasih (merah/kiri), atlet powerlifting putri Indonesia, harus puas meraih medali perak pada Asian Para Games 2018. Kondisi bahu kirinya yang bermasalah, memaksa atlet asal KArangasem, Bali ini gagal pada laga final kelas 41 kg putri, di Balai Sudirman, Jakarta Selatan, Minggu (7/10). (Pras/NYSN)

Jakarta- Ni Nengah Widiasih, atlet powerlifting andalan Indonesia, harus puas meraih medali perak pada ajang Asian Para Games 2018. Atlet asal Bali itu tidak tampil dalam performa terbaiknya pada laga final kelas 41 kg putri, di Balai Sudirman, Jakarta Selatan, Minggu (7/10). Sebab, kondisi bahu kirinya bermasalah. Kendati demikian, wanita kelahiran Karangasem, Bali, 12 Desember 1989 ini, mengaku telah melakukan yang terbaik bagi kontingen Indonesia. Nengah, sapaanya, menyebut bila dirinya telah melakukan persiapan, selama kurang lebih tiga minggu sebelum gelaran Asian Para Games 2018. “Kondisi bahu saya kurang fit usai bertanding di Kejuaraan Asia-Oceania Championship 2018 (Jepang), tapi hari ini saya melakukan yang terbaik,” ujar Ni Nengah lirih usai laga. Pemegang medali ASEAN Para Games 2013 dan 2015 itu sukses melakukan satu angkatan, yaitu 97 kg, dari tiga kali percobaan yang diberikan. Sebab, pada angkatan kedua dan ketiga, Nengah gagal mengangkat 100 kg. “Angkatan terbaik saya 97 kg, karena angkatan kedua dan ketiga di diskualifikasi. Tidak tahu kenapa. Karena saya merasa diangkatan ketiga sudah bagus banget. Bahkan sempat percaya diri, dan saya bakalan bisa lebih dari ini,” lanjutnya. Meski kecewa dengan hasil yang diraih, ia tak lupa mengucapkan terima kasih atas dukungan masyarakat Indonesia yang sangat luar biasa terhadap dirinya. Ia juga memohon maaf karena belum berhasil memberikan medali emas bagi Merah Putih. “Tapi percayalah, saya sudah berjuang semaksimal mungkin, namun Tuhan mengizinkan saya meraih perak. Jujur saja, kalau ditanya perasaan saya, saya sedih sekali. Tapi balik lagi, memang Tuhan memberikan yang terbaik untuk saya hanya medali perak,” tambah pemegang medali emas Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) 2016 itu. Di hajatan besar olahraga bagi penyandang disabilitas terbesar negara-negara se-Asia itu, banyak pelajaran berharga yang didapat Ni Nengah. Ia berjanji bakal latihan lebih keras lagi serta meningkatkan kemampuan fisik. “Rasa kecewa hari ini, akan saya jadikan motivasi untuk latihan lebih keras lagi. Pastinya lebih disiplin lagi, dan lebih meningkatkan kekuatan fisik dan mental. Dan, tidak boleh mudah menyerah,” tukas peraih perunggu ParaGames ASEAN 2008, di Nakhon Ratchasima, Thailand itu. (Adt)

Dheva Anrimusthi Pahlawan Kemenangan Indonesia, Para Bulutangkis Beregu Putra Sumbang Emas Pertama

Tim Para Bulutangkis Beregu Indonesia memberi hormat kepada Sang Merah Putih, saat upacara penghormatan pemenang nomor beregu putra. Indonesia berhasil mengalahkan tim Malaysia dengan skor 2-1 pada babak final beregu putra bulutangkis Asian Para Games 2018, di Istora Senayan Jakarta, Minggu (7/10). (Inapgoc)

Jakarta- Tim Para Bulutangkis Beregu Putra Indonesia sukses meraih medali emas pertama di ajang Asian Para Games 2018, usai di partai final menang tipis atas Malaysia 2-1, di Istora, Kawasan Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta, pada Minggu (7/10). Dheva Anrimusthi, yang turun di partai penentu, sukses menjadi pahlawan bagi kubu Merah Putih, pada cabang para bulutangkis beregu Putra. Ia membungkam perlawanan tunggal asal Negeri Jiran, Mohammad Faris Ahmad Azri, straight game, dengan skor 21-6, 21-12. Kemenangan yang diraih Dheva mengantarkan Indonesia memimpin 2-1, sekaligus memastikan Indonesia meraih emas pertama di Asian Para Games 2018. “Sempat grogi, beban berat sebagai penentu, namun saya fokus kembali untuk meraih poin demi poin, ini pembelajaran sekaligus kebanggaan,” ujar Deva. Di laga sebelumnya, Indonesia yang menurunkan tunggal pertama Freddy Setiawan mampu menuntaskan tanggungjawabnya usai menekuk Muhammad Norhilmie Zainudin, straight game, dengan skor 21-6, 21-12. Indonesia memimoin atas Malaysia 1-0. Namun, kemenangan Indonesia untuk bisa cepat meraih medali emas tertunda. Sebab, di partai kedua, duet Hafish Briliantsyah Prawiranegara/ Harry Sutanto harus menelan pil pahit setelah dikandaskan Cheach Like Hou/ Hairul Fozi Saab, straight game, dengan skor 10-21, 17-21. Akibatnya, skor menjadi imbang 1-1. Sementara itu, medali perunggu masing-masing menjadi milik Thailand dan India. Imam Nahrawi, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), mengapresiasi keberhasilan Fredy dan kawan-kawan atas torehan prestasi gemilang di pesta multi event terbesar empat tahunan edisi ketiga itu. “Salam hormat saya untuk kalian para Pahlawan Olahraga. Terima kasih atas perjuangannya untuk tim bulutangkis putra. Semoga ini menjadi awal yang baik untuk medali-medali selanjutnya. Indonesia Juara,” ucap menteri berusia 45 tahun, kelahiran Madura, Jawa Timur. Sedangkan Fredy mengaku jika dirinya sejak awal optimistis Indonesia bisa meraih medali emas. Ia berharap emas yang diraih bersama rekan-rekannya itu bisa menular pada nomor lain dan cabang olahraga lainnya. “Saya sejak awal optimis Indonesia bisa meraih emas. Semoga emas pertama ini, akan menular ke nomor lain dan cabang olahraga lain. Terima kasih atas dukungan semuanya, terima kasih Presiden Jokowi (Joko Widodo), Menteri Imam Nahrawi, Ketua INAPGOC (Raja Sapta Oktohari), dan seluruh masyarakat Indonesia,” tukas Fredy. (Adt)

Tumbang Dari Tim Elite Dunia, Pelatih Basket Kursi Roda Indonesia Bangga Dengan Perjuangan Donald Cs

Timnas basket kursi roda Indonesia (merah) harus mengakui ketangguhan Iran, dengan skor 17-117, pada laga perdana Asian Para Games 2018. Tampil di Hall Basket Senayan, Jakarta, pada Minggu (7/10), tim merah puith memang kalah kelas dengan tim yang kini menghuni peringkt empat dunia itu. (Riz/NYSN)

Jakarta- Kemeriahan Asian Para Games 2018 sangat terasa di Hall Basket Senayan, Jakarta, pada Minggu (7/10). Kendati belum memasuki final, namun cabang olahraga basket menarik begitu banyak penonton di hari pertama pertandingan. Antusiasme ditunjukan dengan terus memberikan semangat pada Timnas basket kursi roda Indonesia, yang dimotori Donald Pura Santoso. Sadar beda kelas, anak didik Fajar Brillianto itu tetap tampil fight sejak awal hingga akhir laga. Donald dan kolega berupaya keras mengimbangi perlawanan Iran. Di kuarter pertama, tim peringkat empat dunia. langsung menggebrak dengan memundi poin lebih dahulu. Tak tinggal diam, kubu Merah Putih mencoba memaksimalkan kemampuan Donald, namun usaha itu masih belum banyak membuahkan hasil. Indonesia dipaksa menyerah dengan skor 4-38. Memasuki kuarter kedua, situasi masih belum berubah. Donald yang mampu menyumbang lima poin, dan Danu Kuawantoro dengan empat poin, tetap sulit membendung laju poin Iran. Kuarter ini berakhir dengan skor 11-56 untuk keunggulan lawan. Di kuarter selanjutnya, punggawa Merah Putih benar-benar dipaksa jatuh-bangun untuk bisa memundi poin. Sebaliknya, Iran dengan materi pemain berpengalaman serta unggul dalam menjangkau bola sangat mudah menambah pundi-pundi poin mereka. Alhasil, Iran mengunci kuarter ini dengan skor 85-13. Mengusai laga sejak awal, Iran semakin percaya diri di akhir kuarter. Tembakan dua poin dari para pemain negara Timur Tengah itu sukses bersarang di jaring Indonesia. Daryoko Cs akhirnya harus mengakui ketangguhan lawan yang menutup kuarter ini dengan skor mencolok 17-117. Meski menelan kekalahan dari Iran, namun Fajar mengaku bangga dengan performa anak asuhnya itu. “Kami bertemu dengan tim berperingkat empat dunia. Kapan lagi kami bisa bertanding dengan tim elite dunia disini. Ini menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi para pemain Indonesia,” ujar juru racik tim Indonesia itu usai laga. “Bagi kami ini sesuatu yang sangat spesial. Meski kalah tapi mereka mampu tampil dengan semangat juang tinggi. Evaluasinya, bagaimana ketika mendapatkan pressure, tapi komunikasi harus tetap berjalan. Tapi, di pertandingan tadi beberapa salah passing karena memang komunikasi yang kurang baik,” ungkapnya. Diakui Fajar, pihaknya sama sekali tak kecewa dengan hasil ini, serta berusaha realisitis. “Dari awal kami sudah memetakan siapa yang menjadi lawan-lawan yang nanti dihadapi. Dari Kemenpora dan NPC (National Paralympic Committee) kami tidak dibebankan target, tapi kami berusaha tampil sebaik-baiknya,” terang Fajar. Sementara itu, di kubu Iran, Mohsen Tolouei Tamardash tampil perkasa dengan mencetak 24 poin, diikuti Morteza Abedi dan Vahid Saadatpoormoghadam yang masing-masing menyumbang 16 poin. “Tim kami bermain dengan baik di pertandingan ini. Namun untuk bisa meraih medali masih cukup jauh. Sebab, harus melewati beberapa pertandingan lagi. Target kami memang bisa ke final. Kami akan terus berusaha,” jelas Mohammad Reza Dastyar, arsitek tim Iran. Ia juga mengomentari penampilan Timnas Indonesia. Menurutnya, jika Donald Cs bisa menjadi tim yang baik kedepannya. “Mereka harus banyak berlatih secara intensif, dan rutin mengikuti kompetisi-kompetisi, baik di dalam maupun luar negeri. Selain itu, perlu memperbaiki komunikasi dalam tim,” tukasnya. (Adt)

Asian Para Games 2018 Bukan Sekadar Rivalitas, Perayaan Persaudaraan dan Kemanusiaan

Hajatan Asian Para Games 2018, resmi dibuka Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) Senayan, Jakarta, pada Sabtu (6/10). Kompetisi terbesar bagi para penyandang disabilitas akan berlangsung sepekan kedepan. (Pras/NYSN)

Jakarta- Hajatan Asian Para Games 2018, resmi dibuka Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Main Stadium, Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta, pada Sabtu (6/10). Aura rivalitas bakal mewarnai kompetisi terbesar bagi para penyandang disabilitas selama satu pekan kedepan. Rivalitas adalah tentang harga diri, tak sekadar menang dan kalah. Namun, ada lambang di dada yang harus dijaga dengan penghormatan yang tinggi, yakni kemanusiaan. Dan, Asian Para Games 2018, bukan sekadar ajang rivalitas, jauh dari itu adalah perayaan persaudaraan dan kemanusiaan. Hal itulah yang menjadi harapan Presiden Jokowi pada acara pembukaan. “Ajang ini untuk mempererat persaudaraan antara warga Asia, khususnya bagi mereka penyandang disabilitas,” ujar suami dari Iriana Joko Widodo itu. Dihadapan Majid Rashed (Presiden Asian Paralympic Committee/APC), Raja Sapta Oktohari (Ketua Pelaksana Indonesia 2018 Asian Para Games/INAPGOC), dan ribuan atlet dari 43 negara peserta Asian Para Games edisi ketiga, mantan Wali Kota Solo, Jawa Tengah itu ingin semua yang terlibat dalam event ini, tak hanya merayakan persaudaraan. “Kita tunjukan kegigihan dan prestasi. Kita ingin menjunjung kemanusiaan,” cetus Presiden RI ketujuh itu. Sementara itu, Okto, sapaan Ketua INAPGOC, menyebut semua yang hadir dalam perayaan pembukaan Asian Para Games 2018, akan menjadi saksi sejarah baru. “Karena untuk pertama kalinya Indonesia menjadi tuan rumah dari Asian Para Games. Inilah kegiatan olahraga disabilitas yang paling bergengsi di Asia. Ia menambahkan event empat tahunan para multi sport itu bukan hanya tentang menang dan kalah. “Melalui Asian Para Games 2018. Kita tinggikan nilai-nilai sportifitas, solidaritas, kemanusiaan, dan hubungan yang harmonis antar bangsa-bangsa Asia,” urai putra dari Oesman Sapta Odang itu. Sedangkan, Rashed menyebut 3.000 atlet dari 43 negara akan memperebutkan lebih dari 500 medali yang diperebutkan dalam 18 cabang olahraga. “Ini adalah jumlah atlet terbesar yang mengikuti Asian Para Games, dan jumlah negara terbanyak. Media yang meliput ajang ini juga menjadi yang terbesar. Saya bangga dengan hal ini,” tukas pria kelahiran Manama, Bahrain, 49 tahun silam itu. (Adt)

Menang di Laga Perdana Asian Para Games 2018, 3 Atlet Para Tenis Meja Indonesia Ditantang Pemain Dunia

Atlet tenis meja Indonesia, Yayang Gunaya (oranye), mengalahkan wakil Jepang, Hiroki Sakazaki 3-0 (11-8, 12-10, 11-7), pada laga hari pertama Asian Para Games 2018 di Ecovention Ancol, Jakarta, Sabtu (6/10). (INAPGOC)

Jakarta- Tim para tenis meja Indonesia mengawali Asian Para Games 2018 dengan gemilang. Tiga atlet Adyos Astan, Yayang Gunaya and Ana Widyasari mencatat kemenangan di fase kualifikasi. Adoys mengalahkan atlet Filipina, Smith Billy 3-0 (11-3, 11-4, 11-4) di kelas TT4 (kursi roda). Yayang yang juga tampil di kelas TT4 Asian Para Games 2018 mengalahkan wakil Jepang, Hiroki Sakazaki 3-0 (11-8, 12-10, 11-7). Sementara Ana, mencetak kemenangan atas atlet Hong Kong, Li Hiu Tung. Ana yang tampil di kelas T11 (intellectual disability) menang 3-2 (12-10, 9-11, 11-6, 11-13 and 11-5). Menurut pemuda kelahiran Garut 1 Mei 1996 ini, beberapa pemain dari negara lain patut diwaspadai. Yayang yang merupakan atlet tenis meja putra Indonesia kelas TT4 (kursi roda), meyakini lawan tersulit berasal dari Korea Selatan. “Rata-rata, atlet yang main di Asian Para Games 2018 punya peringkat dunia. Namun, saya mewaspadai atlet Korea Selatan,” ujarnya. “Pemain Korea itu bagus. Peringkat pertama dunia untuk kategori wheelchair TT4 ditempati pemain Korea,” tukasnya. Pemain Korea yang dimaksud Yayang adalah Kim Young-gun. Berdasarkan situs ITTF Para Table Tennis Ranking Lists, Kim Young-gun menempati peringkat pertama dengan rating 1451. Tak hanya Korea. Atlet tenis meja Thailand dari kelas TT9 (standing), Rungroj Thainiyom, juga patut diperhitungkan. Thainiyom adalah peraih medali emas pada Paralimpiade London 2012. Sayangnya, dua atlet Indonesia lainnya, Audy Ngangi (TT2, tunggal putra) dan Lola Amalia (TT tunggal putri), harus menderita kekalahan di hari pertama Asian Para Games 2018. Sementara itu, laga Ana kontra Liu, berjalan menarik. Selain tampil apik, kedua pemain kerap melakukan reli panjang. Seusai pertandingan, Ana mengakui sempat kesulitan meladeni permainan impresif lawan. “Lawannya bagus. Dia memiliki backhand dan forehand yang bagus,” ucap Ana singkat kepada para awak media. “Saya banyak latihan saja,” ucap Ana menambahkan. Pelatih Ana, Galih Mowo Perbowo, menyebut bahwa sengitnya pertandingan membuat Ana sempat merasa tegang. Hal itu dinilai Galih membuat Ana sulit mengeluarkan performa terbaiknya. Saat bertanding, Galih berkali-kali melontarkan kalimat ojo kesusu (jangan terburu-buru). “Mainnya harus rileks, supaya pernapasan pun juga enak. Kalau tegang, pukulan Ana menjadi tidak bagus. Salah sedikit, dia bakal gagal fokus,” ujar Galih. Ana merupakan salah satu atlet tenis meja disabilitas andalan Indonesia. Dia pernah mempersembahkan medali emas bagi Indonesia di ajang ASEAN Para Games 2017 di Kuala Lumpur. Saat ini, Ana menempati peringkat ke-4 dunia untuk kelas T 11. Pada fase grup Asian Para Games 2018, Ana tergabung di Grup A bersama Hiu Tang Li, Yang Hee-seo (Korea Selatan), dan Harumi Kimura (Jepang). (art) Hasil Pertandingan Para Tenis Meja Indonesia Adyos Astan vs Smith Billy Cartera (Philippine) 3-0 (11-3, 11-4, 11-4) Yayang Gunaya vs Hiroki Sakazaki (Japan) 3-0 (11-8, 12-10, 11-7) Ana Widyasari vs Li Hiu Tung (Hong Kong) 3-2 (12-10, 9-11, 11-6, 11-13, and 11-5) Audy Ngangi vs Hassan Janfeshan (Iran) 0-3 (4-11, 4-11, 4-11) Lola Amalia vs Wong Ka Man (Hong Kong) 1-3 (1-11, 7-11, 11-8)

Takluk Dari Korea, Pengalaman dan Jam Terbang Jadi Pekerjaan Rumah Supriadi/Sri Maryati

Duet Supriadi/Sri Maryati takluk dari wakil Korea Selatan, Lee Dong Seop/Lee Sun Ae, pada laga bulutangkis kursi roda (wheelchair) nomor perorangan Asian Para Games III/2018, di Istora Senayan, Jakarta, pada Sabtu (6/10). (Pras/NYSN)

Jakarta- Duet Supriadi/Sri Maryati akhirnya harus menerima kekalahan dari wakil Korea Selatan, Lee Dong Seop/Lee Sun Ae, pada laga bulutangkis kursi roda (wheelchair) nomor perorangan Asian Para Games III/2018, di Istora Senayan, Jakarta, pada Sabtu (6/10). Sejak awal laga, wakil Merah Putih selalu kesulitan memundi angka dari pasangan Negeri Ginseng itu. Saat jeda interval gim pertama, Supriadi/Maryati tertinggal jauh 2-11. Kesalahan demi kesalahan yang dilakukan Maryati membuat poin yang diraih Lee/Lee makin menjauh. Supriadi/Maryati bahkan hanya mampu menambah enam poin, dan dipaksa melepas gim pertama dengan skor terpaut jauh 8-21. Memainkan gim kedua, situasi tak berubah. Dobel Korea tak memberikan kesempatan tuan rumah berkembang. Meski didukung penuh suporter yang hadir, namun itu belum cukup membangkitkan semangat Supriadi/Maryati. Jeda interval kedua harus berakhir dengan kedudukan 11-1 untuk Lee/Lee. Sadar tertinggal perolehan poinnya, Supriadi/Maryati berusaha tampil fight. Tapi usaha mereka harus terhenti, karena Lee/Lee mengunci gim kedua ini dengan kemenangan 21-8. Sejatinya ini bukanlah pertemuan pertama bagi kedua pasangan. Sebab, di Thailand Open 2018, beberapa waktu lalu, mereka pernah bentrok. “Sebelumnya penah ketemu di Thailand Open, kami juga kalah. Saya rasa faktornya pengalaman. Berdasarkan evaluasi dari pertemuan seblumnya, dari kami masih banyak yang harus diperbaiki, terutama teknik,” ujar Sri usai laga. “Mereka lebih matang secara terknik, dan pergerakan kursi roda. Belasan tahun mereka bergelut di bulutangkis wheelchair. Pastinya, pengalaman tanding dan jam terbang mereka jauh di atas kami. Itu salah satu pekerjaan rumah yang harus dicarikan solusi untuk bersaing dengan negara-negara seperti Korea,” urai Supriadi. Bagi Supriadi dan kolega, faktor non teknis tak menjadi persoalan serius. “Kalau angin di dalam lapangan, saya rasa tak berpengaruh. Kami sama-sama merasakan angin dan berpindah lapangan. Jadi tidak bermasalah,” jelas pria 32 tahun kelahiran Pati, Jawa Tengah itu. Kendati takluk di nomor ganda campuran, namun Supriadi masih berpeluang di nomor tunggal. “Potensi saya di nomor tunggal. Saingan terberat Korea dan Hongkong. Tapi, wakil dari China dan Malaysia juga tidak bisa dianggap remeh,” tegas atlet yang mengalami kecelakaan sepeda motor usai pulang kerja menuju kediamannya pada 2005.join Supriadi dan Maryati memang tidak dibebankan target di nomor ganda campuran, terlebih mereka merupakan pasangan yang baru diduetkan menjelang hajatan Asian Para Games III/2018 ini. “Supriadi dan Maryati baru kami pasangkan di event ini. Sebelumnya, prestasi mereka di tingkat nasional ya lumayan bagus, sehingga mereka berdua bisa masuk Pelatnas Asian Para Games 2018. Tapi, untuk event ini mereka baru dipasangkan,” cetus Jarot Hernowo, Pelatih Bulutangkis Kursi Roda. Jarot mengungkapkan ia memberikan motivasi kepada anak didiknya pada kali ini. “Saat skor awal, mereka ketinggalan jauh. Saya hanya beri motivasi, dan kepercayaan diri mereka supaya bangkit. Jangan kasih angka mudah ke lawan. Dan, kalau bisa kasih perlawanan ke lawan, maka peluang untuk meraih poin,” tambahnya. Ia menilai pertandingan tersebut setidaknya memberikan sebuah pencerahan bagi Supriadi dan Maryati. Sebab, lawan yang dihadapi bukanlah sembarangan dari sisi prestasi maupun peringkat. “Ini penting untuk menambah pengalaman mereka. Kami punya proyeksi kedepan, yakni ASEAN Para Games 2019, di Filipina. Dan, mungkin saja duet ini bisa berubah, tapi juga bisa kami pertahankan, jika memang mereka punya potensi,” tukas Jarot. (Adt)

Resmi Diperkenalkan INAPGOC, Ada ‘Bunyi’ Dalam Medali Asian Para Games 2018

Panitia Pelaksana Indonesia 2018 Asian Para Games (INAPGOC) resmi memperkenalkan medali unik yag bisa mengeluarkan suara gemerincing jika digoyang-goyangkan, dalam ajang multievent penyandang disabilitas se-Asia itu. (Pras/NYSN)

Jakarta- Asian Para Games III/2018, siap dihelat pada 6-13 Oktober. Panitia Pelaksana Indonesia 2018 Asian Para Games (INAPGOC) resmi memperkenalkan medali bagi pesta multievent terbesar penyandang disabilitas se-Asia itu, di GBK Arena Senayan, Jakarta, pada Jumat (5/10). Medali Asian Para Games yang diperkenalkan INAPGOC memiliki keunikan, karena medali mengeluarkan suara gemerincing jika digoyang-goyangkan. Suara itu berasal dari bola-bola kecil yang terdapat di dalam kepingan medali. “Medali emas berisikan 26 bola-bola kecil, sedangkan perak 20. Dan perunggu ada 16 bolanya,” ujar Fanny Irawan, Direktur Sport INAPGOC, di GBK Arena Senayan, Jakarta, Jumat (5/10). Menurutnya, medali sengaja diciptakan seperti itu untuk memudahkan atlet tuna netra dalam mengenali medali yang diraihnya. Medali yang dibuat di Guangzhou, China, ini bisa mengeluarkan suara. Hal itu diakibatkan adanya bola-bola kecil yang dimasukkan di dalam tubuh medali. Bila medali itu digerakan, maka bunyi akan keluar dari medali tersebut. Rinciannya, 26 bola terdapat di dalam medali emas, 20 bola di medali perak, dan 16 bola di medali perunggu. Medali bersuara ini terinspirasi dari Paralimpiade Rio de Janeiro 2016 lalu. “Ide awal medali bunyi ini dari Tarek Souei (CEO APC). Dan, atlet powerlifting Indonesia, Ni Nengah Widiasih, pernah meraih perunggu yang berbunyi di Paralimpiade Rio Janeiro, Brazil 2016,” tuturnya. “Kami mengambil contoh dari medali milik Widi (sapaannya). Bahkan, kami harus ke Bali (asal Nengah) mengambil medali itu,” tambahnya. Medali yang terbuat dari besi solid dan dilapisi emas ini, dibuat dengan teknik semprot. Fanny menyebut Ferry Kono (Wakil Sekretaris Jenderal INAPGOC) adalah orang yang merancang desain medali tersebut. Keunikan lain dari medali ini, yaitu pada bagian depan terdapat logo Asian Para Games 2018, dan slogan ‘The Inspiring Spirit and Energi of Asia’. Sedangkan di bagian belakang medali, tertera logo Asian Paralympic Committee (APC). Lalu, terdapat kode yang menggunakan huruf brille (huruf khusus bagi penyandang tuna netra). Fanny menjelaskan bila pembuatan medali membutuhkan waktu 4 bulan. “Medali ini kami buat di Guangzhou (Cina),” tukas Fanny. Opening ceremony Asian Para Games III/2018 akan berlangsung pada Sabtu (6/10), terdapat 18 cabang olahraga yang dipertandingkan dengan nomor pertandingan mencapai 337, dan memperebutkan 568 medali. (Adt)