Kisah Perjuangan Riley Day, Dari Supermarket Hingga Olimpiade

Kisah Perjuangan Riley Day, Dari Supermarket Hingga Olimpiade

Pelari muda Australia, Riley Day, mungkin gagal membawa pulang medali dari Olimpiade Tokyo 2020. Akan tetapi, tampil di Olimpiade Tokyo 2020 merupakan prestasi tersendiri bagi Day yang bekerja sebagai pegawai supermarket. Day berkompetisi di nomor 200 meter putri Olimpiade Tokyo 2020 nomor 200. Penampilannya pun cukup baik. Atlet berusia 21 tahun itu menembus semifinal. Akan tetapi, Day tidak bisa melanjutkan kiprahnya ke final karena hanya berada di urutan keempat. Namun, daya tarik dari atlet muda itu bukan pencapaiannya di Olimpiade Tokyo 2020, melainkan latar belakangnya. Day adalah seorang pegawai sebuah supermarket di Australia Day telah menghabiskan tiga tahun bekerja di salah satu supermarket ternama, Woolies. Dia ditempatkan di salah satu cabang, di Queensland. Dalam rutinitasnya sehari-hari, Day hanya libur pada Minggu. Meski sangat sibuk dengan pekerjaannya, atlet asal Negeri Kangguru itu tidak patah semangat. Day berlatih kurang lebih tiga jam sehari, enam kali seminggu. Selain itu, dia juga mengikuti kuliah di Universitas Griffith. “Saya menjalani banyak latihan dan aktivitas lainnya. Itu sangat melelahkan,” ujar Day dilansir dari News, Sabtu (6/8/2021). Day tampil di Olimpiade Tokyo 2020 tanpa sponsor. Dia sempat meminta para penggemar barunya untuk mem-follow media sosialnya. Menariknya, para suporter sempat ingin mencarikan Day sponsor untuk membantunya meraih medali. Akan tetapi, satu-satunya sponsor yang tetap setia bersama Day adalah kantornya sendiri, Woolies. Selama Day berada di Tokyo, pihak supermarket telah menyatakan, bahwa atlet muda itu tetap menerima gaji meski dirinya absen. Dengan demikian, semoga segala bentuk dukungan yang diterima Riley Day dapat membantunya melangkah lebih jauh lagi. Day diharapkan konsisten tampil apik dalam setiap ajang yang diikutinya. Meski gagal di Tokyo, Day masih punya peluang untuk meraih medali di Olimpiade Paris 2024. Sumber: Okezone

Jelang Olimpiade Paris 2024, CdM: Sudah Saatnya Federasi Segera Regenerasi Atlet

Jelang Olimpiade Paris 2024, CdM: Sudah Saatnya Federasi Segera Regenerasi Atlet

Chef de Mission (CdM) Kontingen Indonesia untuk Olimpiade Tokyo 2020, Rosan Roeslani menilai sudah saatnya memikirkan regenerasi atlet dalam program pemusatan latihan nasional setiap cabang olahraga. Menurut dia, regenerasi menjadi penting terutama dalam menyambut Olimpiade 2024 di Paris yang tinggal menyisakan tiga tahun lagi. Di Olimpiade Tokyo, Indonesia membawa pulang lima medali. Lima medali terdiri atas satu medali emas, satu medali perak, dan 3 medali perunggu. Dengan hasil ini, Tim Merah Putih menempati urutan 55 dari 86 peserta. Sementara itu, pada penyelenggaraan Olimpiade sebelumnya di Rio de Janeiro, Indonesia berada di ranking 46 dengan koleksi 1 medali emas dan 2 medali perak. “Peringkat memang turun, tetapi di sisi lain ada faktor positif yang mengejutkan,” kata Rosan di Jakarta pada Senin, 9 Agustus 2021. Rosan menjelaskan mayoritas peraih medali merupakan hasil regenerasi. Peraih medali emas Olimpiade Tokyo merupakan duet pemain senior-junior, Greysia Polii (33 tahun) dan Apriyani Rahayu (23 tahun). Peraih perunggu dari cabang olahraga angkat besi, yaitu Windy Cantika Aisah baru berusia 19 tahun dan Rahmat Erwin Abdullah berusia 20 tahun. Di samping peraih medali, kata Rosan, banyak pula atlet muda Indonesia yang berpartisipasi di Olimpiade Tokyo. Mereka yakni atlet rowing Mutiara Rahma Putri dan pemanah, Arif Dwi Pangestu, yang masih berusia 17 tahun. Ada juga Bagas Prastyadi (atlet panahan-19 tahun), Azzara Permatahani (renang-19 tahun), Vidya Rafika Rahmatan Toyyiba (menembak-20 tahun), Gregoria Mariska Tunjung (bulu tangkis-21 tahun), dan Rio Waida (surfing-21 tahun). “Artinya ada atlet-atlet yang bisa dikembangkan dan menjadi tumpuan. Apalagi Olimpiade 2024 Paris tersisa tiga tahun dan beberapa cabang olahraga juga sudah marak menyelenggarakan kualifikasi pada akhir tahun sehingga Federasi Nasional sudah harus memikirkan atlet muda ini agar bisa lolos sehingga jumlah atlet yang lolos ke Olimpiade Paris bisa bertambah,” kata Rosan. Selain pentingnya regenerasi di pelatnas untuk mengadapi ajang olahraga multicabang, Rosan menilai setiap cabang olahraga juga harus memiliki program jangka panjang. “Kita juga lihat, raihan medali dari atlet yang cabor-cabor nya melaksanakan pelatnas berkesinambungan. Sebab, prestasi tidak bisa dibuat secara instan,” katanya. Rosan yang juga menjabat sebagai Ketua PB Persatuan Angkat Besi Seluruh Indonesia menuturkan bahwa proses regenerasi sudah ia terapkan di federasinya. Hasilnya pun berbuah manis setelah dua atlet angkat besi muda mampu memberikan medali di Tokyo pada debut mereka di Olimpiade. “Bahkan di pelatnas angkat besi saat ini ada 16 atlet, 13 di antaranya merupakan lifter muda,” ujar dia.