Batal Lakukan Start Sempurna, Miskomunikasi Ganjal Triyanto Tambah Medali Angkat Besi

Lifter Indonesia Triyatno, meluapkan emosinya usai berhasil melakukan angkatan "snatch", pada nomor angkat besi putra 69 kg grup A Asian Games 2018, di JiExpo, Jakarta, Rabu (22/8). (antarafoto.com)

Jakarta- Tak ada kejutan yang tercipta dari cabor angkat besi kelas 69 kg putra Asian Games 2018, Rabu (22/8). Dua lifter Indonesia, Deni dan Triyatno, sama-sama gagal meraih medali. Deni mengaku, sudah realistis soal peta persaingan di kelas 69 kg putra Asian Games 2018. “Terima kasih kepada semuanya yang sudah menyaksikan dan support. Ini merupakan penampilan terbaik saya, dan semoga kedepannya saya bisa memberikan yang lebih baik untuk Indonesia” kata Deni, saat ditemui awak media usai pertandingan. Tergabung di Grup B, Deni tak cukup optimis meski mampu meraih Top Six. Ia mengaku pada babak Snatch, dirinya terburu-buru melakukan angkatan, sehingga sulit menjaga keseimbangan tubuh, ketika mengangkat besi. “Saat Clean and Jerk, mungkin endurance saya yang kurang, karena selama latihan, belum pernah coba diluar batas kemampuan,” tambah pria Bogor kelahiran 26 Juli 1989 itu. Pada babak Snatch, Deni sanggup mengangkat 137kg, 141kg, dan 145kg, namun gagal di angkatan ketiga. Untuk Clean & Jerk, ia sukses mengangkat 170kg, 177kg, dan 180kg, tapi gagal di angkatan ketiga, dan meraih total angkatan 318kg. Meski jadi yang terbaik di Grup B, ia tetap tak yakin total angkatan 318kg miliknya, bisa menyaingi para lifter dari Grup A. Dan prediksi itu terbukti. Para lifter dari Grup A, mampu menorehkan catatan yang lebih baik dari Deni, termasuk Triyatno. Triyatno, sebenarnya berpeluang menambah medali angkat besi jadi dua emas, setelah sumbangan dari Eko Yuli Irawan. Sialnya, total angkatan 329 milik Triyatno, hanya menempati posisi keempat, di klasemen akhir kelas 69 kg. Ia kalah dari lifter Korea Utara,  Choi O Kang (336kg), lifter Uzbekistan, Doston Yokubov (331kg), dan lifter Kirgistan, Izzat Artykov (330kg). “Saya minta maaf kepada bangsa Indonesia dan keluarga, karena gagal meraih medali. Mungkin pertandingan tadi, ada miskomunikasi antar saya dengan pelatih,” ungkap Triyatno, paska lomba. Miskomunikasi terjadi di momen angkatan clean and jerk. Seharusnya, Triyato mengawali angkatan clean and jerk dengan bobot 180kg. Tapi, angkatan pertamanya justru menempatkan angka 175kg. Padahal, Triyatno sudah meminta pelatih untuk menambah angkatan pertama. “Di angkatan pertama clean and jerk, harusnya sudah ganti start. Ini malah belum diganti tapi sudah dipanggil duluan. Kalau untuk di snatch, sesuai strategi. Karena tadi di snatch ukuran kedua. Makanya, seharusnya clean and jerk start 180 itu sudah bagus,” jelas Triyatno. “Itu tadi saya bilang, di angkatan pertama, pelatih sudah menempatkan 175, ditaruhnya setelah saya timbang badan. Setelah pemanasan, bisa dinaikkin lagi, tapi lupa diubah. Sedangkan negara lain sudah cepat mengubahnya. Jadi, sedikit miskomunikasi saja,” lifter kelahiran Metro, Lampung, 20 Desember 1987 itu menambahkan. Hal serupa juga disampaikan sang pelatih, Dirja Wihardja. “Betul, kami ada miskomunikasi dari atlet, pelatih dan asisten pelatih. Sebab, peningkatan pergantian angka saat start awal itu hasilnya nanti cukup signifikan, apalagi dari 170 ke 175, begitu seterusnya,” jelas Dirja. Namun, Dirja memahami bila anak asuhnya hanya kurang beruntung meraih medali perak. Sebab selisih total angkatan milik Kazakhastan dengan Uzbekistan, hanya 1kg saja. Pada akhirnya, Triyatno hanya bisa menempatkan 182kg pada angkatan kedua dan 186kg pada angkatan ketiga. Menurut Triyatno, 186kg seharusnya ditempatkan pada angkatan kedua. (Ham) Hasil Klasemen Kelas 69 Kg 1.  Choi O Kang (Korea Utara) Snatch : 147kg, 151kg, 153kg (gagal) Clean & Jerk : 181kg, 185kg, 188kg (gagal) Total : 336kg 2. Yokubov Doston (Uzbekistan) Snatch : 138kg, 143kg, 145kg Clean & Jerk : 181kg, 186kg, 192kg (gagal) Total : 331kg 3. Artykov Izzat (Kazakhastan) Snatch : 143kg (gagal), 143kg, 147kg Clean & Jerk : 178kg, 183kg, 190kg (gagal) Total : 330kg 4. Triyatno (Indonesia) Snatch : 142kg, 157kg, 150kg (gagal) Clean & Jerk : 175kg (gagal), 182kg, 186kg (gagal) Total : 329kg

Strategi Hitung Cermat Tiap Angkatan, Jadi Alasan Eko Yuli Sabet Emas Angkat Besi Asian Games 2018

Lifter Indonesia Eko Yuli Irawan mendapatkan pengalungan medali emas oleh Presiden Joko Widodo, usai menjadi yang terbaik dalam cabor angkat besi kelas 62 kilogram putra Asian Games 2018, di JIExpo, Selasa (21/8). (Riz/NYSN)

Jakarta- Lifter Indonesia Eko Yuli Irawan akhrinya berhasil menuntaskan penasarannya meraih medali emas Asian Games usai memenanginya di Asian Games 2018 di kelas 62 kilogram putra di JIExpo, Selasa (21/8). Atlet kelahiran Lampung 24 Juli 1989 itu meraih medali emas dengan total angkatan 311 kilogram. Eko mengalahkan lifter Vietnam, Van Vinh Trinh, yang memiliki total angkatan 299 kilogram, dan atlet Uzbekistan Adkhamjon Ergashev dengan total angkatan 298 kilogram. Emas yang diraih Eko itu merupakan yang pertama di multievent empat tahunan di Asia. Atlet 29 tahun itu kini sukses menuntaskan rasa penasarannya selama ini untuk bisa mendapatkan medali emas Asian Games. Sebelumnya, Eko mengaku tak ingin menunggu hingga empat tahun ke depan untuk menuntaskan hasrat memiliki emas Asian Games. Eko Yuli pun makin bangga lantaran Jokowi pula yang ikut mengalungkan medali emas kepadanya di podium. “Alhamdulillah Bapak Presiden (Jokowi) dan Menteri Pemuda dan Olahraga (Imam Nahrawi) bisa menonton. Hanya ini yang bisa saya berikan dan persembahkan, berkat dukungan semuanya,” ujar Eko Yuli. Eko menambahkan, “Saya ucapkan terima kasih kepada PB PABBSI dan pelatnas daerah (Jawa Timur) yang memberikan pembinaan kepada saya sejak 2014,” ucapnya. Kemenangan ini tak mudah diraih mengingat strategi yang disusun sejak latihan di Pelatnas benar-benar harus dihitung dengan cermat, karena lawan lebih dulu unggul selisih angka. “Kami selalu menghitung dengan cerat, apalagi main (bertanding) di angka 175 Kg. Saat Vietnam menentukan angka sekian, saya pun berfikir angka yang sesuai dengan kemampuan saya. Andai langsung (mengangkat) 170 Kg di awal, pasti Korea Utara bisa 180 Kg. Tentu itu sangat berat,” tambah pria kelahiran 24 Juli 1989 itu. Asian Games 2018 merupakan ajang kali ketiga yang diikuti Eko Yuli Irawan. Pada Asian Games pertamanya di Guangzhou, China, pada 2010 prestasi terbaik Eko hanya medali perunggu di kelas 62 kilogram dengan total angkatan 311kg. Prestasi serupa diraihnyai di Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan, dengan total angkatan 308 Kg. Eko Yuli juga belum pernah meraih medali emas dan juara di Olimpiade serta Kejuaraan Dunia. Dalam tiga kali penampilannya di Olimpiade, Eko Yuli hanya bisa mendapatkan medali perak (2016) dengan total angkatan 312 Kg, dan perunggu di Olimpiade 2008 Beijing serta 2012 di London (317 Kg). Untuk Kejuaraan Dunia, Eko Yuli dua kali mendapatkan posisi runner up di Goyang, Korea Selatan (2009) dan Amlaty, Kazakhstan (2014), serta dua kali di posisi ketiga di 2007 Chiang Mai, Thailand serta 2011 di Paris, Prancis. Sepanjang kariernya sebagai lifter Indonesia, Eko Yuli bukan tanpa medali emas. Anak pasangan Saman dan Martiah itu beberapa kali jadi yang terbaik di Asia Tenggara. Total empat emas diraih Eko di empat SEA Games berturut, yakni 2007 Thailand, 2009 Laos, 2011 Indonesia, dan 2013 Myanmar. Pada SEA Games pertamanya di Thailand, Eko turun di kelas 56 kilogram dan memiliki total angkatan 300 kilogram. Sedangkan empat SEA Games terakhir, ia tampil di kelas 62 kilogram. Pada SEA Games 2011 total angkatan Eko 302 Kg, dua tahun berikutnya meningkat dengan total angkatan 304 Kg. Di SEA Games Malaysia 2017 lalu, pria asal Lampung ini harus puas dengan medali perak, meski total angkatannya naik menjadi 306 Kg. (Ham)

Kalah di Clean and Jerk, Sri Wahyuni Urung Raih Emas Asian Games 2018 Cabor Angkat Besi

Gagal melakukan angkata Clean and Jerk dengan baik, Lifter putri Indonesia, Sri Wahyuni Agustiani, urung menyumbang medali emas Asian Games 2018 cabor angkat besi, di kelas 48 kilogram putri. (Pras/NYSN)

Jakarta- Lifter putri Indonesia, Sri Wahyuni Agustiani, gagal mempersembahkan medali emas Asian Games 2018 angkat besi kelas 48 kilogram putri. Dalam lomba di Hall A2 JIEXPO Kemayoran, Jakarta, Senin (20/8), atlet 24 tahun itu hanya merebut perak, usai kalah bersaing dengan atlet Korea Utara, Ri Song Gum. Sri mengangat beban seberat 195 kilogram (snatch 88 kilogram dan clean and jerk seberat 107 kilogram). Sedangkan Song Gum melakukan angkata total 199 kilogram (snatch 87 kilogram dan clean and jerk 112 kilogram). Posisi ketiga ditempati Thailand, Thunya Sukchaoen, dengan total angkata 189 kilogram. Atlet Indonesia lainnya di kelas ini, Putri Yolanda, berada di posisi ke-10 dengan angkatan 162 kilogram. Dalam angkatan snatch, Sri berhasil mengangkat beban seberat 88 kilogram pada angkatan pertama, disusul beban 85 kilogram pada angkatan kedua, dan 88 kilogram pada angkatan ketiga. Ia sempat unggul, karena Ri Song Gum mampu mengangkat 86 dan 87 kilogram, tapi gagal pada angkatan 90 kilogram. Namun, pada Clean and Jerk, atlet andalan PB PABBSI ini hanya bisa mengangkat beban 107 kilogram pada percobaan pertama, dan gagal dengan angkatan 112 kilogram pada percobaan kedua. Pesaingnya dari Korea Utara berhasil mengangkat beban seberat 115 kilogram pada percobaan pertamanya. Perak dari lifter kelahiran Bandung, Jawa Barat, 13 Agustus 1994, menambah daftar pundi-pundi medali kontingan Indonesia, sehingga total mengumpulkan 4 emas, 2 perak, dan satu perunggu dalam Asian Games ini. (Ham)