Tak Mampu Beli Sepatu, Juara Dunia U-20 Asal Kampung Pemenang Ini Kerap Berlatih Di Tepi Pantai

Jakarta- Sprinter muda asal Indonesia, Lalu Muhammad Zohri, mengukir prestasi mengesankan pada IAAF World U20 Championships di Tampere, Finlandia, 10-15 Juli 2018. Pria asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini merebut emas pada nomor bergengsi lari 100 meter putra.

Di babak final, Zohri finish pertama dengan catatan waktu 10,18 detik. Dia mengalahkan dua pelari asal Amerika Serikat, Anthony Schwartz (10,22) and Eric Harrison (10,22). Sementara urutan ketiga ditempati oleh pelari Afirka Selatan, Thembo Monareng dengan 10,23 detik.

Zohri sebenarnya bukan atlet yang diunggulkan pada nomor bergengsi tersebut. Dia tampil mewakili Asia setelah menang pada Kejuaraan Asia U-20 yang berlangsung Juni lalu. Saat itu, ia hanya mampu mencatat waktu terbaik, 10,27 detik.

Pemuda yang sehari-hari disapa Badok ini, mulai diperhitungkan, saat di babak semifinal berhasil menempati urutan kedua, di belakang atlet AS, Anthony Schwartz, dengan catatan waktu 10.24, atau 0.05 lebih lambat.

Di babak final, Badok menempati lintasan nomor 8. Saat pistol start diletuskan, pemuda asal Lombok Utara ini segera melesat dan bersaing ketat dengan Monareng serta Schwartz. Ia akhirnya berhasil finis pertama mengungguli kedua pelari asal Negeri Paman Sam tersebut.

Badok lahir 1 Juli 2000 diĀ  Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Masa kecilnya dihabiskan di Lombok Utara. Dia mengenyam pendidikan di SD Negeri 2 Pemenang Barat, lalu melanjutkan sekolah ke SMP Negeri 1 Pemenang. Saat SMP, bakat lari Badok sudah mulai menonjol.

Kemudian diajak untuk mengikuti beberapa kejuaraan dan berhasil merebut prestasi membanggakan. Badok juga sosok pria mandiri. Dia sudah ditinggal orang tuanya saat masih belia. Ibunya meninggal saat dirinya masih duduk di bangku SD, dan ayahnya menyusul setahun kemudian.

Kakak kandung Badok, Baiq Fazilah (29) mengaku langsung menangis dan sujud syukur, begitu mengetahui sang adik menjadi juara dunia setelah tercepat nomor lari 100 meter pada ajang Kejuaraan Dunia Atletik U-20 ini.

“Setelah melihat videonya yang dikirim Badok melalui WhatsApp, saya langsung menangis dan sujud syukur kepada Allah,” ujar Baiq, di rumahnya di Karang Pansor Desa Pemenang Barat Kecamatan Pemenang Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (12/7).

Baiq mengaku bangga prestasi yang diraih adiknya. Apalagi bila mengingat perjuangan keras adiknya yang berlatih di tengah keterbatasan. Karena untuk berlatih saja, Badok kerap tak menggunakan alas kaki, karena tidak memiliki sepatu.

“Badok (Zohri) anaknya pendiam dan tidak pernah menuntut ini, itu. Bahkan, kalau berlatih lari tidak pernah pakai alas kaki (sepatu), karena tidak punya,” ujarnya. “Untuk berlatih sendiri, adik saya suka latihan lari di Pantai Pelabuhan Bangsal, Pemenang,” ucapnya.

Badok merupakan anak ke empat dari empat bersaudara Baiq Fazilah (29), Lalu Ma’rib (28), Baiq Fujianti (Almh) dan Lalu Muhamad Zohri. Di pentas nasional, namanya mulai dikenal saat mengikuti Kejuaraan Nasional (Kejurnas) U-18 dan U-20 di Stadion Atletik Rawamangun, Jakarta, April 2017.

Dia kemudian dipilih oleh Pengurus Besar (PB) Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) memperkuat timnas di Kejuaraan Dunia Remaja di Kenya, Juli lalu. Tampil di nomor 200 meter, Badok merebut emas dengan catatan waktu 21.96 detik. Dia sempat ikut berlomba di Singapura. Namun batal turun karena mengalami cedera.

Kini ia merupakan bagian dari timnas atletik Indonesia yang akan bertanding di Asian Games 2018 nanti. Meskipun catatan waktunya masih kalah dari sejumlah sprinter top Asia saat ini, namun dia bisa menjadi harapan kejayaan Indonesia di masa mendatang. (Adt)

Leave a Comment