Bentuk KORI Demi Masa Depan Atlet Indonesia, Erick Thohir: Dukungan Jangan Berhenti

Jakarta- Dua event besar, Asian Games dan Asian Para Games 2018, jadi momentum kebangkitan olahraga Indonesia. Tak hanya sebagai tuan rumah yang baik, tapi juga sukses menuai prestasi. Finish diurutan keempat dengan 31 medali emas di Asian Games 2018 adalah sejarah baru sejak keikutsertaan pertama kali di New Delhi, India, pada 1951.

Hal itu membuktikan potensi olahraga Indonesia bila dirancang, disiapkan, dan dikelola dengan baik, akan menghasilkan prestasi hebat. Guna menyikapi pencapaian itu, sejumlah tokoh olahraga di Tanah Air, menggagas ide memajukan prestasi, serta turut mensejahterakan para pelakunya.

Sebagai langkah awal, para tokoh tersebut membentuk Komunitas Olahraga Indonesia (KORI). Wadah ini diharapkan jadi forum untuk mempertemukan segala gagasan, pemikiran, pengalaman, dan pengetahuan tentang bagaimana memajukan olahraga Indonesia. Sebagai langkah awal, mereka menggelar dialog.

Forum dialog dunia olahraga di Indonesia yang bertajuk ‘Apakah Masa Depan Atlet Indonesia Sudah Terjamin?’ ini, berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta, pada Senin (10/12).

“Sudah menjadi kebiasaan bangsa Indonesia, bila selesai menggelar event besar, ya tak berlanjut. Mirip sebuah pesta. Padahal, kita ingin momentum itu terus diingatkan dan dijaga. Karena momen seperti ini belum tentu mendapatkannya kembali,” ujar Erick Thohir, Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) sekaligus Keynote Speaker.

Ia berharap, pemberdayaan dana olahraga terus berjalan. Ditegaskannya, jangan karena Asian Games selesai, maka pembinaan atlet dan dukungan kepada pengurus cabang olahraga pun berhenti. “Kita sebagai pembina olahraga itu hanya membuka jalan dan kesempatan, kepada para atlet demi masa depannya,” lanjut pria berusia 48 tahun itu

Sementara itu, Susi Susanti, legenda bulutangkis Indonesia, mengaku khawatir akan jaminan dan masa depan atlet, yang termasuk buram, di Indonesia. Alasan itulah ia enggan mengizinkan sang putri, Laurencia Averina, untuk mengikut jejaknya menjadi atlet.

“Saya tak mengizinkan putri saya menjadi atlet, karena belajar dari diri saya sendiri. Masa depan atlet masih belum bisa dijadikan pijakan, kalau di Indonesia,” jelas peraih medali emas Olimpiade 1992 Barcelona, Spanyol itu.

Sedangkan Simone Julia, atlet Ju-Jitsu nasional, mengaku proses nepotisme marak terjadi di induk cabor, dengan modus menitipkan atlet tertentu. “Mereka bukan atlet, padahal di Indonesia butuh atlet berkemampuan baik. Juga pembinaan, jangan hanya ada di kota besar, tapi juga di daerah,” terang blasteran Indonesia-Kanada itu.

Kembali Erick menegaskan hasil dialog ini harus menjadi rekomendasi ke pemerintah, DPR RI, utamanya Komisi X, dan lembaga terkait sebagai bahan menyusun kebijakan olahraga ke depan. “Disini cabor-cabor hadir, dari Pemerintah, Komisi X DPR RI, dan saya harapkan juga KONI bisa hadir,” tukas pendiri Mahaka Grup itu. (Adt)

Leave a Comment