Kembali Pimpin PB GABSI, Miranda Fokuskan Program Bridge Go To School

Padang- Miranda S Goeltom kembali terpilih memimpin Pengurus Besar Gabungan Bridge Seluruh Indonesia (PB Gabsi), dalam Kongres Gabsi Ke-25, di Hotel Pangeran Beach, Padang, Sumatera Barat, pada Jumat (7/12) lalu. Dia mencatat sejarah sebagai wanita pertama yang memimpin Gabsi,dalam dua periode berbeda.

Wanita 59 tahun ini, sebelumnya memimpin Gabsi masa bakti 2002 – 2006. Kini, mantan Deputi Senior Bank Indonesia itu akan kembali menjalani tugasnya periode 2018 – 2024. Dia menggantikan ketua umum sebelumnya, Eka Wahyu Kasih, yang kini terbelit kasus hukum.

Berdasarkan kesepakatan dalam kongres, Miranda diberikan waktu sebulan hingga 7 Januari 2019 untuk menyusun pengurus lengkap. Namun, pada Upacara Pentupan Kejurnas Bridge di Padang, Sabtu (15/12), Gabsi terpilih sudah harus memiliki pengurus Inti, yakni Ketum, Waketum, Ketua Harian, Sekjen dan Bendahara.

Dalam Kongres yang dihadiri 23 Pengurus Propinsi dan 37 Pengurus Kabupaten/Kota, Miranda terpilih secara aklamasi. Ini karena calon lainnya, Beni J Ibradi tidak bisa hadir di Kongres karena tengah menunggui istrinya yang sedang sakit.

“Ya, Beni Ibradi tidak bisa menghadiri Kongres Gabsi, karena menunggui isterinya yang sedang sakit,” kata wakil dari DKI, Amin Ramali. Sesuai AD/ART, calon harus hadir di Kongres, untuk membacakan visi dan misi seandainya terpilih. Miranda lalu diberi kesempatan menyampaikan visi dan misi di Gabsi, ditengah kesibukannya yang padat.

Miranda yang mengklaim keberhasilannya saat memimpin PB Gabsi periode lalu, mengaku sangat tertantang untuk mengembalikan kejayaan olahraga bridge Indonesia di pentas internasional. Atas dasar itulah dia mencalonkan diri untuk kembali memimpin PB Gabsi.

Bahkan, ia berjanji meneruskan program Bridge Masuk Sekolah (brige go to school) dengan format yang terbaru dan terkini, dengan tujuan mencetak atlet muda berkualitas di level usia sekolah, serta menjadi jembatan regenerasi guna menggantikan atlet senior.

“Saat saya memimpin PB Gabsi, program bridge go to school itu berjalan dengan baik. Program ini harus diteruskan sehingga mencetak atlet muda bridge berkualitas untuk menggantikan atlet bridge senior. Kelak, atlet bridge Indonesia yang memperkuat tim nasional, sudah tak lagi berusia di atas 50 tahun seperti sebelumnya,” katanya.

Perkembangan bridge di Tanah Air, memang sedikit terlambat. Saat masa kolonial, olahraga dengan kartu ini, hanya dimainkan di kalangan tertentu. Pada tahap berikutnya, bridge pun identik dengan olahraga yang hanya dimainkan oleh orangtua.

Perkembangan bridge makin tertinggal, karena muncul stigma jika permainan menggunakan kartu remi, sangat dekat dengan judi. Tak heran, jika regenerasi atlet bridge sangat lamban. Bahkan di Pelatnas bridge saat ini, ada atlet aktif yang sudah berusia 78 tahun.

Selain program bridge go to school, Miranda akan menggelar turnamen dan liga bridge profesional, serta turnamn bridge antar wartawan. “Wartawan yang bisa bermain bridge, maka mereka bisa menulisnya dengan baik, serta bisa mensosialisasikan program untuk peningkatan prestasi atlet bridge Indonesia,” pungkasnya. (Adt)

Leave a Comment